Aku menggeleng. Tidak ada, Daeng. Aku belum berpikir tentang siapa penggantimu. Awang Pandu diam sebentar.
“Alila, sampai kapan?”
“Tidak tahu.”
“Jangan terlalu lama. Jika ada lelaki baik yang mencintaimu, terimalah dia. Cinta dapat menunggu. Kecuali jika kamu tidak mengharapkan untuk ditunggu. Jika seseorang tak diinginkan untuk menunggu, maka dia akan…. ” Awang Pandu menghentikan kalimatnya.
“Berlalu,” kataku melengkapi kalimatnya.
“Berlalu dengan pedih, ” kata Awang Pandu.
“Hmm.” Aku menjawab dengan gumam. Dalam benak kami ada kenangan yang sama. Di gunung, di pantai, di laut, di sungai, di kampus, di lab, di rekening bank.
Angin pagi sejuk di sekeliling masjid. Untuk pertama kalinya, keningku dikecup suami orang. Di samping rumah Tuhan. Nafas Awang Pandu meniup sebagian wajahku. Secepat angin aku berbalik. Berlari. Meninggalkan Daeng-ku yang masih berdiri. Daeng-ku? Tidak. Bukan lagi. Sekarang.
Apa arti cinta bagi Padmaningrum Alila?……….
---------------------------- selesai -----------------------------------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H