Mohon tunggu...
Novi Ardiani (Opi)
Novi Ardiani (Opi) Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak yang senang menulis. Mantan dosen dan wartawan yang sekarang bekerja sebagai karyawati BUMN di Jakarta. Ngeblog di www.opiardiani.com. IG @opiardiani. Email: opiardiani@gmail.com.

Ibu dua anak yang senang menulis. Mantan dosen dan wartawan yang sekarang bekerja sebagai karyawati BUMN di Jakarta. Ngeblog di www.opiardiani.com. IG @opiardiani. Email: opiardiani@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Melepas Awang Pandu

20 Februari 2017   19:58 Diperbarui: 20 Februari 2017   22:12 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa arti cinta bagi Padmaningrum Alila?…..  Adalah hari-hari bersama Awang Pandu-ku.  Daeng-ku. Hari-hari manis.

Awang Pandu melamarku.  Beberapa bulan setelah aku diangkat sebagai dosen tetap. Dia kakak angkatan jaman kuliah. Tiga tahun di atasku. Kenal waktu orientasi mahasiswa baru  di kampus kuning.  Anak saudagar kaya dari  Makassar. Aku dan teman-teman sering memanggilnya Daeng.

Alam jadi saksi hari manis kami. Mendaki gunung. Menjelajah hutan tropis. Menyusur pantai. Mengagumi terumbu karang. Menjejaki muara yang berlumpur. Mengayuh jukung di sungai yang tampak tenang tapi banyak buayanya. Mengamati burung di surga Kepulauan Seribu.

Daeng-ku  selalu ada di sampingku. Waktu aku terpeleset saat mendaki. Saat berteriak terkejut melihat ular di hutan. Saat kesakitan akibat tertusuk bulu babi. Saat terkagum mengintip banteng-banteng dari balik pepohonan. Saat jukung terbalik dan aku gelagapan di tengah sungai.

Lucu, waktu ingat peristiwa jukung terbalik.  Takut tiba-tiba ada buaya yang akan segera melahapku hidup-hidup. Berteriak aku ketika sesosok tegap menangkapku dari belakang.  Aku kira buaya.  Ternyata Awang Pandu. Aku dibantunya berenang segera ke tepi sungai Cigenter, Ujung Kulon.  Itulah pertama kali aku bersentuhan dengannya. Semester satu. Kulit bersentuh kulit. Berdegup di dalam dada.  Kata nya ini jatuh cinta?  Entah, mungkin ya.  

Awang Pandu selalu ada di mana ada aku.  Setelah lulus dia melanjutkan studi Pascasarjana  di kampus yang sama.  Kami bertemu dan bertemu lagi.  Saling merekatkan taut hati. Bahkan,  setelah aku lulus dan bekerja sebagai staf pengajar di kampus lain, Awang Pandu tetap memujaku. Membuatku besar kepala. 

Laki-laki tegap berkulit gelap itu berwajah kebapakan. Kataku. Garis wajahnya tegas. Jika tak kenal, sepintas orang akan menyangkanya sombong.  Dan galak. Serta dingin. Padahal dia lembut dan sopan. Juga humoris.

Selain kegiatan jelajah alam, aku juga bergumul dengan pers kampus.  Majalah dinding, majalah kampus, bulletin kampus, tak pernah meluputkan tulisanku.  Kata Awang Pandu, aku jurnalis kampus yang manis. Dengan kacamata minus lima yang sering merosot dari hidungku yang tidak bangir? Ah laki-laki.  Mau saja aku dibodohi turunan Adam.

Aku mengambil kekhususan Mikrobiologi yang memaksa seseorang banyak berkutat dengan mikroorganisme di laboratorium. Dituntut bekerja steril, cepat, dan tekun.  Alasannya? Aku tertantang oleh ilmu itu. Yang kurasa sulit, jauh melebihi semua cabang ilmu Biologi yang lain.  Selama ini, belum ada mahasiswa yang bisa lulus cum laude dari Mikro setelah Irmansyah, kakak angkatan yang lulus sekitar pertengahan era 80. 

Aku tertantang untuk mencatat sejarah baru di kampus ini. Perempuan, lulus cum laude dari Mikro. Itu tujuanku. Tercapai.  Lalu, tanpa kesulitan berarti, aku lulus seleksi penerimaan dosen di sebuah universitas swasta. Awang Pandu mencubit hidungku waktu itu sambil memanggil manja, ”Bu Dosen, Bu Dosen…”  Membuat wajahku berubah-ubah warna. Semu merah di pipi.

---------------------------------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun