Kemudian pada 10 Juni 1927, empat anggota Perhimpunan Indonesia yakni Moh. Hatta, Nazir Pamontjak, Abdulmadjid Djojoadiningrat dan Ali Sastroamidjojo ditangkap. Kemudian keempatnya ditahan sampai tanggal 8 Maret 1928. Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan di Den Haag pada 22 Maret 1928 keempatnya dibebaskan karena tidak terbukti bersalah.
Dalam kalangan pergerakan nasional di Indonesia, pengaruh PI cukup besar. Beberapa organisasi pergerakan nasional mulai lahir karena mendapatkan inspirasi dari PI, seperti Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926, Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927, dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) tahun 1927.
7. Â Â Partai Komunis Indonesia (PKI)
Pada tahun 1913 Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet datang dari Belanda ke Indonesia untuk mencari pekerjaan. Sneevliet merupakan anggota aktif Sociaal Democratische Arbeiders Partij (SDAP) di negeri Belanda. Di Indonesia, Sneevliet bekerja sebagai anggota Staf Redaksi Warta Perdagangan Soerabajasche Handesblad, milik sindikat perusahaan-perusahaan gula di Jawa Timur. Kemudian bekerja sebagai sekretaris asosiasi dagang di Semarang (Semarang Handelsvereniging). Di Semarang Sneevliet menanamkan pengaruhnya dalam VSTP (Vereniging van Spoor en Tramsweg Personeel), sebuah organisasi buruh kereta api.
Dia juga menjadi editor koran VSTP, de Volhading (Keyakinan). Demi menyebarkan pengaruh sosialisme, Sneevliet mempelajari Bahasa Indonesia dan Jawa. Dia pun mengadakan kontak dengan orang-orang sosialis Belanda di Hindia Belanda. Pada tahun 1914 Sneevliet, J.A. Brandstender, H.W. Dekker, dan P. Bergsma mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV) dengan total anggota 60 orang. ISDV menerbitkan koran Het Vrije Woord (Suara Kebebasan) (1915), Soeara Merdika (1917) dan Soeara Ra'jat (1918) dalam bahasa Indonesia.
Aliansi ISDV dengan Insulinde secara resmi diakhiri melalui kongres 1916, karena perbedaan tujuan yang tidak menguntungkan. Aliansi dengan Sarekat Islam (SI) menuai sukses besar melalui sistem keanggotaan rangkap. Sejak 1917 kelompok radikal berbakat SI masuk ISDV. Mereka dididik dalam semangat sosialis revolusioner. Semaoen adalah figur paling menonjol yang menjadi juru bicara ISDV pada konggres SI tahun 1916. Figur kedua adalah Darsono, seorang wartawan yang menjadi anggota SI.
Pasca Revolusi Rusia tahun 1917, Sneevliet semakin kuat menanamkan pengaruhnya, dengan cara menyusupi semua lapisan masyarakat Indonesia. Melalui surat kabarnya, Sneevliet secara terbuka juga melontarkan hasutannya untuk melancarkan pemberontakan. Keadaan inipun kemudian membuat pemerintah Hindia Belanda mengambil tindakan tegas dengan mengusir tokoh sentral ISDV yaitu Sneevliet (1918), Brandsteder (1919) dan Baars (1923).
Pada tanggal 23 Mei 1920, dalam konggres ISDV VII di kantor SI Semarang nama ISDV diubah menjadi Perserikatan Komunis Hindia Belanda. Susunan pengurus perserikatan tersebut, Ketua Semaoen, Wakil Ketua Darsono, Sekretaris P. Bergsma, Bendahara, HW Dekker, dan urusan Keanggotaan Baars. Pasca Perubahan nama dan keikutsertaan dalam Komintern (Komunis Internasional) muncullah pertentangan dalam tubuh SI.
Fraksi Komunis yang dipimpin oleh Semaoen dan Tan Malaka, berusaha mengendalikan dan menguasai jalannya Kongres Nasional VI SI bulan Oktober 1921 di Surabaya. Sejak sistem keanggotaan rangkap dihapuskan, muncullah SI Merah dan SI Putih yang saling berlawanan. SI merah mengubah namanya menjadi Sarekat Rakyat dan menyatakan dirinya sebagai organisasi radikal nasionalis yang juga mengembangkan aktivitasnya dengan membuka cabang di Padang dan Makasar.
Pergerakan PKI pun menjadi lebih radikal, terutama kelompok pimpinan Alimin dan Muso. Pengikut dan simpatisan PKI semakin banyak. Kondisi itu mengkhawatirkan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pemerintah saat itu mengambil tindakan dengan cara memisahkan para tokoh berpengaruh dengan massanya. Tindakan pertama dilakukan dengan mengusir Tan Malaka (1922), Semaoen dan Darsono bersama kaum radikal Belanda lainnya (1923). Tanpa tokoh-tokoh berpengaruh tersebut, gerakan massa menjadi tidak terkoordinasi dan tidak beraturan. Hingga menimbulkan aksi-aksi teror dan sporadis tanpa instruksi pimpinan.
Akhirnya, pada tahun yang sama Semaoen dan Darsono kembali, mulai diadakan konsolidasi lagi. Pada bulan Juni 1924, Perserikatan Hindia Belanda mengadakan konggres di Jakarta dengan mempergunakan nama Partai Komunis Indonesia (PKI). Partai pertama yang menggunakan nama Indonesia. Sejak saat itu, PKI berhasil tumbuh menjadi partai politik yang memiliki massa pengikut yang semakin besar. Pada bulan Desember 1924 di Kotagede, Yogyakarta, Sarekat Rakyat dilebur ke dalam PKI. Sayangnya, PKI belum mampu melakukan kontrol dan menanamkan disiplin pada massa pengikutnya.