d. Â Mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf
e. Â Mendidik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda, supaya kelak menjadi orang Islam yang berarti
f. Â Berusaha kearah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam
g. Â Berusaha dengan segala kebijaksanaan, supaya kehendak dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat.
5. Â Â Nahdlatul Ulama
Pendirian NU tidak dapat dilepaskan dari berdirinya organisasi Nahdatul Wathan (1914) dan Taswirul Afkar (1918) di Surabaya. Kedua organisasi perintis ini dibangun oleh pemuda-pemuda yang pernah belajar di Mekkah seperti K.H. Abdul Wahab dan K.H. Mas Mansur. Nahdatul Wathan bergelut pada bidang pendidikan dan dakwah. Taswirul Afkar (representasi gagasan) berkecimpung di bidang sosial.
Selain itu, Abdul Wahab dengan restu dari gurunya, K.H. Hasyim Asy'ari mendirikan sebuah usaha perdagangan dalam bentuk koperasi dengan nama Nahdatut Tujjar (Kebangkitan Usahawan). Tokoh lain yang berperan dalam berdirinya NU adalah K.H. Cholil (Bangkalan). Di sisi lain, berdirinya NU tidak akan bisa dilepaskan dari situasi dan kondisi global yang terjadi pada saat itu, terutama gejolak yang terjadi di Timur Tengah pasca Perang Dunia I.
Pasca Perang Dunia I Kekhalifahan Turki runtuh. Raja Husein dari Hijaz dan Raja Sa'ud dari Najed sama-sama berambisi ingin saling menaklukan dan menyatukan Jazirah Arab. Raja Husein yang kalah, menyingkir ke Cyprus. Setelah memenangkan perang dan menyatukan Jazirah Arab, Raja Ibn Sa'ud ingin mengendalikan kehidupan beragama di sana. Untuk itu diberlakukanlah mazhab Wahabi sebagai mazhab tunggal pelaksanaan ibadah Islam di sana.
Raja Ibn Sa'ud juga ingin mengatur kekuasaan di dua kota suci Agama Islam, Makkah dan Madinah. Untuk itu, Raja pun hendak menyelenggakan pertemuan Muktamar 'Alam Islami di Hijaz pada bulan Juni 1926. Pertemuan ini sudah lama ingin digelar oleh negara-negara Islam di Timur Tengah. Hanya saja selalu terkendala oleh situasi sosial-politik yang tidak stabil. Raja Sa'ud mengirim undangan ke berbagai negara, termasuk Indonesia, melalui Central Comite Chilafat (CCC), yang terbentuk di Surabaya tahun 1924.
Di Indonesia tersiar kabar tentang kebijakan Raja Ibn Sa'ud yang merombak total praktek-praktek keagamaan, seperti larangan bermadzhab, ziarah makam, beribadah haji menurut madzhab dan sebagainya. CCC memutuskan untuk mengirim H.O.S. Tjokroaminoto dan KH. Mas Mansur sebagai delegasi untuk Muktamar 'Alam Islami di Makkah.
Atas seizin K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Abdul Wahab Chasbullah membentuk komite sendiri, yaitu Komite Hijaz untuk mengirim delegasi ke Muktamar di Makkah. Pertemuan diadakan pada 31 Januari 1926 dan dihadiri ulama terkemuka Jawa dan Madura. Â KH. Raden Asnawi dari Kudus ditunjuk sebagai delegasi Komite Hijaz. Untuk menaungi delegasi itu, Komite Hijaz dibubarkan, lalu dibentuklah Jam'iyyah Nahdlatul Ulama pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926 M). Hal itu mengkhawatirkan ulama Islam tradisional, yang diwakili oleh K.H. Abdul Wahab Chasbullah. Setelah menerima undangan, CCC mengadakan Kongres Al-Islam kelima, Februari 1926, di Bandung.