Matahari meninggi di langit. Panasnya terasa menggelitik kulit. Dilihat dari sudut kemiringan matahari, mungkin saat ini baru pukul sepuluh pagi. Hari bahkan belum bisa disebut siang bagi Irkala untuk duduk di sebuah kafe. Tapi di sinilah Irkala sekarang. Duduk berhadapan dengan Nana, gadis manis berambut panjang yang mengenakan blus pink, di sofa dekat pintu masuk.
"Jadi, kenapa memanggilku?" Nana menyedot minumannya, "Ngomong-ngomong, makasih, ya, Strawberry Smoothie-nya. Kamu tahu saja apa yang kusuka."
Irkala ikut menyecap Capuccino yang panasnya langsung hilang karena pendingin ruangan kafe. "Nggak pa-pa. Justru aku yang minta maaf, karena sudah memintamu ke sini, padahal kamu ada kelas hari ini. Rumah kita juga sebelahan, tapi aku malah memaksa untuk bertemu di dekat kampusmu."
Nana menggeleng sembari mengembangkan senyum manis, "Kebetulan hari ini kelas paginya batal. Dosenku ada rapat sama bidang kemahasiswaan, jadi nggak masalah. Kamu sendiri gimana? Nyaman di tempat kerjamu?"
"Bosnya galak. Kalau telat datang, pasti langsung diancam potong gaji. Selalu menyuruh lembur tiba-tiba juga." Irkala menggeleng, "Betah nggak betah, aku tetap harus kerja kalau mau punya uang. Ada adik yang bawel minta uang terus."
Nana lantas tertawa, membuat Irkala sejurus diam untuk menyimak suara renyah Nana, ekspresi wajahnya, kedua matanya yang terpejam, juga jemari lentiknya yang gadis itu gerakkan untuk menyisipkan rambut ke belakang telinganya. Itu semua, tidak lepas dari pandangan Irkala.Â
Yang lebih membahagiakan lagi, kafe pagi itu sedang tak ramai. Hanya ada mereka berdua, tiga pelanggan lain, dan beberapa pegawai di konter kafe. Irkala jadi tak perlu membagikan apa yang dia lihat pada banyak orang.
"Oh, iya. Aku sekalian mau kasih ini buat kamu." Irkala merogoh saku jaket jins yang dia pakai, lalu mengeluarkan sebuah boks kecil dan menyodorkannya pada Nana.
Nana membuka kotak itu, "Stoberi?" dia mengeluarkan satu buah stoberi merah matang yang tampak menggoda untuk digigit, tapi tidak mungkin bisa karena setelah Nana menemukan garis potongan dan membukanya, "Flashdisk?"
Iya, itu hanya flashdisk.
Nana berbinar menatap Irkala dan flashdisk berbentuk buah kesukaannya bergantian, seolah barang yang dipegangnya adalah cincin berlian termahal di dunia. Namun kemudian, wajahnya kuyu. Nana memasukkan kembali flashdisk stoberi itu ke dalam kotak. "Aku... kayaknya nggak bisa terima ini."