Pengantar
Kemendikbud Ristek secara resmi dipecah menjadi tiga kementerian di era Presiden Prabowo Subianto. Ketiganya adalah kementerian pendidikan dasar dan menengah, kementerian pendidikan tinggi, riset dan teknologi, dan kementerian kebudayaan.Â
Sebuah arah kebijakan baru bangsa yang baru saja dimulai. Ada sekian banyak harapan namun ada pula pertanyaan muncul yang menimbulkan pro dan kontra.Â
Ada satu hal esensial yang pasti menyedot perhatian publik yakni pertanyaan tentang kelanjutan kurikulum merdeka yang baru saja disahkan pada tahun pelajaran 2024/2025, melalui Permendikbud No. 12 Tahun 2024.Â
Maka, muncul pertanyaan quo vadis kurikulum merdeka di era Mendikdasmen baru? Apakah akan berlaku istilah umum "ganti menteri, ganti kurikulum"? Atau narasi masif "keberlanjutan" kepemimpinan era Jokowi ke Prabowo akan menjadi tanda positif keberlanjutan kurikulum kita?
Â
Merdeka Belajar di Era Kurikulum Merdeka
Era merdeka belajar mulai dicanangkan dan dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, di era kepemimpinan Menteri Nadiem Anwar Makarim.Â
Konsep dan program merdeka belajar dimulai dengan menghapus kebijakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dan dikembalikan kepada sekolah untuk melaksanakan penilaian dan penentuan kelulusan peserta didiknya. Sekolah mendapat keleluasaan untuk merancang, melaksanaan penilaian peserta didiknya.Â
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten, cerdas dan berbudi luhur diukur melalui asesmen literasi, numerasi dan survei karakter yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
 Era merdeka belajar bertujuan menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai. Mendukung banyak inovasi dalam dunia Pendidikan. Menggali potensi terbesar para guru dan peserta didik serta meningkatkan kualitas pembelajaran secara mandiri.
Konsekuensi merdeka belajar melahirkan otonomi dan fleksibiltas bagi sekolah. Sekolah memiliki otonomi dan fleksibilitas dalam menentukan pembelajaran, kompetensi dan keterampilan yang hendak dicapai peserta didik serta model penilaian yang dilaksanakan.Â
Sekolah memiliki tanggungjawab untuk mewujudkan profil pelajar dan alumni yang selaras dengan kekhasan sekolah dan bermuara pada karakter pelajar Pancasila.Â
Dalam konteks ini, sekolah merancang Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) secara otonom dan fleksibel. Para pendidik pun memiliki kebebasan bersama peserta didik menentukan apa yang hendak dipelajari dan bagaimana cara mencapai kompetensi dan keterampilan tertentu.Â
Dengan kata lain, otonomi dan fleksibilitas sekolah memainkan peran penting dalam pencapaian belajar di era merdeka belajar dewasa ini.
Gagasan ini bagi kebanyakan orang dinilai kebablasan. Peserta dinilai tidak memiliki standar kualitas atau mutu yang merata dan bisa diukur. Kebijakan merdeka belajar di era Mas Nadiem dikritik misalnya oleh tokoh nasional Jusuf Kalla.Â
Kebijakan Ujian Nasional dimunculkan kembali di tengah pergantian kepemimpinan nasional. Lalu pertanyaan penting bagi kita adalah quo vadis merdeka belajar di era menteri baru nanti?
Kurikulum Operasional Sekolah atau Kurikulum Operasional Pemerintah?
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, menyatakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Â
Kurikulum berfungsi sebagai acuan berbagai komponen di satuan pendidikan untuk menjalankan tugasnya masing-masing.
 Tujuan kurikulum adalah selain menjadi panduan arah proses pendidikan pada satuan pendidikan, yakni membantu peserta didik memahami proses belajarnya dan mampu memilih atau menentukan pilihan pendidikan lanjutan atau pekerjaan yang hendak digeluti.Â
Tujuan hadirnya negara dalam proses pendidikan nasional bangsa Indonesia yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, negara memiliki tanggungjawab untuk mencerdaskan bangsanya. Negara yang kuat dan maju memiliki sumber daya manusia yang cerdas, kompeten, adaptif terhadap perubahan dan kemajuan.Â
Namun demikian, apakah kemerdekaan belajar itu harus dirampas seluruhnya oleh pemerintah melalui kebijakan kurikulumnya? Atau perlukah kita memperkuat kurikulum itu sebagai kurikulum operasional satuan pendidikan? Â
Bila kurikulum itu kita sebut kurikulum operasional satuan pendidikan, maka diharapkan kemerdekaan itu sungguh ada di satuan pendidikan untuk menyiapkan kurikulumnya. Kita sedang berada di era keterbukaan informasi dan komunikasi.Â
Setiap satuan pendidikan, setiap individu peserta didik memiliki hak untuk menentukan kompetensi, ketrampilan apa yang hendak dipelajari dan dimiliki. Pemerintah diperlukan untuk menyiapkan konsep road map secara umum sekaligus memberikan dukungan dan penguatan sumber daya di setiap satuan pendidikan.Â
Sekolah yang otonom pada dirinya mempunyai kecakapan kinerja yang unggul dalam menghadapi aneka tantangan. Sekolah-sekolah yang sudah memperoleh akreditasi A, diandaikan mampu mengelola dirinya dengan baik secara otonom dalam mengembangkan sistem pembelajaran yang relevan dan bermakna.Â
Otonomi sekolah bukan berarti sekolah itu dapat semau saja mengelola sekolah.Â
Acuan standar lulusan dan profil sekolah tetap mencerminkan cita-cita pendidikan nasional. Indikator pencapaian disesuaikan dengan konteks dan standar kompetensi guna mencapai tujuan lembaga pendidikan yakni mengapa sekolah itu didirikan.
Otonomi dan Fleksibiltas Sekolah secara konkret ditemukan dalam dokumen kurikulum operasional satuan Pendidikan (KOSP). Dalam penyusunan KOSP, sekolah memiliki kewenangan mempersiapkan program intrakurikuler, ko-kurikuler, maupun ekstrakurikuler.Â
Semua program ini disusun sedemikian rupa guna memenuhi kebutuhan peserta didik, mengembangkan minat, bakat dan potensi peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang secara utuh dan menyeluruh.
 Inilah roh dan jiwa kurikulum merdeka yakni memberi kebebasan kepada sekolah untuk menerapkan berbagai program, strategi dan kegiatan sekolah yang bermuara pada terbentuknya peserta didik yang berkarakter pelajar Pancasila.
Hal yang sama bila kurikulum kita sebut sebagai kurikulum operasional pemerintah, maka segalanya disiapkan dari pemerintah. Pemerintah diharapkan memiliki potret utuh keadaan global sekaligus konteks keragaman satuan pendidikan sebelum melahirkan sebuah kurikulum pemerintah.Â
Jika demikian, kurikulum menjadi tanggungjawab segelintir orang di pemerintahan untuk menghasilkan kurikulum yang diharapkan berlaku di setiap satuan pendidikan.Â
Bila terjadi demikian, kurikulum menjadi elitis. Kemerdekaan ada di pihak pemerintah. Satuan pendidikan tidak memiliki pilihan lain selain pelaksana.Â
Pemerintah dalam situasi khusus darurat dapat mengambil perannya untuk memberi arah kebijakan pendidikan nasional. Terkait hal ini, kita memiliki pengalaman melewati situasi sulit ketika pandemi covid-19 melanda dunia.
 Kebijakan belajar menjadi fleksibel. Penetrasi kehadiran teknologi informasi dan teknologi semakin memberi kemudahan dan kemerdekaan bagi seluruh warga sekolah melaksanakan pembelajarannya.Â
Kreativitas dan inovasi sungguh muncul. Ada dinamika kehidupan, bukan stagnansi di satuan pendidikan. Bila pengalaman itu telah kita lewati dan baik, lantas mungkinkah era merdeka belajar akan berganti di era pemerintahan baru?Â
Penutup
Menurut saya, era kurikulum merdeka melahirkan banyak inspirasi. Inspirasi merdeka belajar adalah lahirnya fleksibilitas dalam menentukan perihal apa yang paling diperlukan, apa yang perlu diketahui, dan mimpi masa depan yang bisa disiapkan dari sekarang.Â
perihal "Apa" yang dimaksudkan adalah akademik, budaya/karakter dan life skills. Dalam konteks ini, kita tetap menaruh harapan akan suatu jalan ke masa depan yang lebih baik di era kepemimpinan baru menteri Abdul Mu'ti.Â
Meskipun akhir-akhir ini, berbagai berita mengungkapkan menteri baru akan meninjau ulang kebijakan Merdeka Belajar dan Ujian Nasional. Kita percaya perubahan adalah keniscayaan. Satu-satunya hal yang tidak akan pernah berubah sepanjang dinamika kehidupan adalah perubahan itu sendiri.Â
Tentu saja kita semua memiliki harapan akan idealisme tertentu. Hal terpenting yang dibutuhkan adalah kemampuan menyesuaikan diri. Kemampuan adaptasi atas segala kemungkinan perubahan itu sendiri. Selamat menyongsong perubahan. Selamat bertugas pak Mentri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H