Mohon tunggu...
Harirotul Fikri
Harirotul Fikri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Psikologi UIN Malang '10| Pengagum sastra | Nyaman berada di kereta, senja dan padang ilalang | Bermimpi jadi penulis dan pebisnis | Penah ingin lanjut S2. Pernah!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Menjemput Kematian Tom

28 Januari 2016   11:30 Diperbarui: 29 Januari 2016   00:50 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tom tersenyum dan berdiri, lalu merengkuh tubuhku untuk dipeluknya. Diam-diam aku menangis. Tak yakin dengan apa yang akan aku lakukan setelah ini. Aku memeluknya erat. Tom tau aku menangis dan mempererat pelukannya juga.

Lama kami saling berpelukan. Aku masih sesenggukan. Lalu aku sedikit menarik tubuhku dari rengkuhan Tom. Tom memandangku dan menunggu. Aku berjinjit dan mencium bibirnya. Tom mengerti dan membalas lumatanku dengan mesra. Selagi tom terpejam, aku mengambil pisau dipinggang dan cepat-cepat menghunuskannya ke titik jantung Tom.

Tom terbelalak dan melepaskan kulumannya. Aku cepat-cepat memeluknya kembali sebelum Tom mundur dan memandang wajahku yang bingung. Aku menekannya lebih dalam dan mulai meneteskan air mata tatkala melihat darah yang mulai merembes di dada Tom.

“Naat.... Naaat......” Tom terbata dan mulai terjungkal ke belakang.

Tom mulai tak bersuara. Bingung dan kesakitan tergambar jelas pada raut wajah dan tatapannya. Aku terduduk dan menangis disampingnya. Aku menyeka darahnya dan kuratakan darah Tom ke sekujur wajahku. Aku mencintaimu Tom...

“Kau membunuhnya...”

Ya! Kau juga membunuhnya. Sebaiknya kau memikirkan apa yang harus kuperbuat setelah ini, Bodoh!

“Kau membunuhnya...”

“Kau membunuh kekasihmu sendiri..”

Aku terus menangis dan menepis tangan Tom dari ganggang pisau. Kugenggam ganggang pisau itu. Alih-alih memutarnya seperti rencanaku dulu, aku malah mencabutnya dan menusukkan mata pisau itu ke jantungku sendiri.

Aku merasakan sakit yang amat sangat dan ambruk di atas tubuh Tom  yang telah tergeletak sebelumnya. Mata pisau itu menjangkauku semakin dalam. Aku semakin ingin tertawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun