Tom tersenyum dan berdiri, lalu merengkuh tubuhku untuk dipeluknya. Diam-diam aku menangis. Tak yakin dengan apa yang akan aku lakukan setelah ini. Aku memeluknya erat. Tom tau aku menangis dan mempererat pelukannya juga.
Lama kami saling berpelukan. Aku masih sesenggukan. Lalu aku sedikit menarik tubuhku dari rengkuhan Tom. Tom memandangku dan menunggu. Aku berjinjit dan mencium bibirnya. Tom mengerti dan membalas lumatanku dengan mesra. Selagi tom terpejam, aku mengambil pisau dipinggang dan cepat-cepat menghunuskannya ke titik jantung Tom.
Tom terbelalak dan melepaskan kulumannya. Aku cepat-cepat memeluknya kembali sebelum Tom mundur dan memandang wajahku yang bingung. Aku menekannya lebih dalam dan mulai meneteskan air mata tatkala melihat darah yang mulai merembes di dada Tom.
“Naat.... Naaat......” Tom terbata dan mulai terjungkal ke belakang.
Tom mulai tak bersuara. Bingung dan kesakitan tergambar jelas pada raut wajah dan tatapannya. Aku terduduk dan menangis disampingnya. Aku menyeka darahnya dan kuratakan darah Tom ke sekujur wajahku. Aku mencintaimu Tom...
“Kau membunuhnya...”
Ya! Kau juga membunuhnya. Sebaiknya kau memikirkan apa yang harus kuperbuat setelah ini, Bodoh!
“Kau membunuhnya...”
“Kau membunuh kekasihmu sendiri..”
Aku terus menangis dan menepis tangan Tom dari ganggang pisau. Kugenggam ganggang pisau itu. Alih-alih memutarnya seperti rencanaku dulu, aku malah mencabutnya dan menusukkan mata pisau itu ke jantungku sendiri.
Aku merasakan sakit yang amat sangat dan ambruk di atas tubuh Tom yang telah tergeletak sebelumnya. Mata pisau itu menjangkauku semakin dalam. Aku semakin ingin tertawa.