Mohon tunggu...
Harirotul Fikri
Harirotul Fikri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Psikologi UIN Malang '10| Pengagum sastra | Nyaman berada di kereta, senja dan padang ilalang | Bermimpi jadi penulis dan pebisnis | Penah ingin lanjut S2. Pernah!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Menjemput Kematian Tom

28 Januari 2016   11:30 Diperbarui: 29 Januari 2016   00:50 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ah, iya.. sorry...” aku memberikan senyum terbaikku untuk Tom.

Oke, Nat. Fokus!

“Akhir-akhir ini, kau suka melamun sayang..” Tom mengelus rambutku.

Udara pegunungan memang selalu segar. Aku dan Tom duduk di bawah satu-satunya pohon yang ada di antara berhektar-hektar tanaman teh hijau. Tempat apa ini tak penting. Yang penting, aku ingin Tom mati disini.

“Aku hanya membayangkan. Bisakah kita tetap seperti ini bahkan jika kita sudah mati” aku melirik matanya.

“Nat... Nat... dari kemarin yang kau bicarakan hanya darah dan kematian. Kita akan hidup bersama sayang.. dan mati bersama juga... mungkin..”

“Ya Tom.. kita juga harus mati bersama” aku tersenyum simpul.

Dua jam telah berlalu. Aku dan Tom duduk berdampingan dan hanya terdiam. Entah apa yang sedang ada dalam pikiran Tom, yang jelas aku merasa gusar. Tom mungkin tak tahu jika di dalam tas kecil yang kutenteng saat ini, ada pisau tajam yang jauh-jauh hari sudah kupersiapkan untuk keperluan hari ini. beberapa minggu yang lalu aku juga telah mempelajari titik-titik pada tubuh manusia yang sangat mematikan jika terkena tusukan atau tembakan. Diam-diam aku mengambil pisau itu dan menyelipkannya di pinggang kananku.

Aku melepaskan rangkulan Tom dan berdiri. Tom mengernyitkan dahi.

“Ada apa sayang?”

“Udaranya sejuk. Maukah kau memelukku?” Aku menarik kedua tangannya untuk berdiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun