"Janji, besok 09.30 di Papandayan! Anda berhutang pada ini...!" Ganesha menunjuk mobilnya.
"Ok, lepasin...!"
***
Mentari berlari kecil setelah adegan itu. Ecosport titaniumnya menjadi shelter terbaik, melindungi dari semua rasa yang dia tahan. Mobilnya dipacu dengan cukup kencang senada dengan degup jantungnya. Terlihat buliran keringat menetes pelahan di kening kanan Mentari.
Adegan beberapa menit yang mengubah situasi hati dan perasaan dia pagi itu. Tangan yang memegang kencang kemudi basah berkeringat. "Ya, Tuhan, apa ini?" Mentari mengambil beberapa lembar tissue wajah dan mulai menenangkan diri.
Ada sesuatu yang aneh yang dia dia rasakan di dalam batinnya. Berusaha untuk menenangkan diri, mengucapkan rapal Doa Bapa Kami. Spontan, mengalir. Tidak pernah seaneh ini. Sepasang mata itu seolah mengikuti Mentari. Mentari berjuang untuk mengusirnya!
Beberapa saat kemudian suara notifikasi pesan berbunyi. Nomor tak dikenal berisi foto lokasi dan bertuliskan 09.30 tepat, di sini. Â "Orang itu lagi!", Mentari berbisik.
Mentari melambatkan laju mobilnya, lalu kemudian menghentikannya, di tepi Jalan Telaga Bodas. Pohon-pohon besar itu memberikan efek segar bagi 'hatinya' yang sedang gak karuan. Rasa itu aneh sekali, kesal tetapi ada semburat rasa yang berlawanan, tetapi juga ingin diusirnya jauh.
Tak terasa, air mata itu menetes, semakin deras. Tak disekanya dibiarkan mengalir.
***
Langkah gontai Mentari memasuki halaman rumah Ibu Rahutami.