Wanita aristokrat itu berbalik, dan tersenyum.
Aku tersentak, “Mama...?”
“Ya, lalu apa? Kau akan berlari dan memelukku? Hmm...jangan harap, karena sesuai dengan profesi kita, ikatan keluarga hanya akan melemahkan.”
Hatiku seperti teriris, kulirik si wajah hangat, dia tak menunjukkan ekspresi apapun. Ternyata benar ucapan Ran, jangan pernah percaya pada siapapun.
“Apakah ayah tahu, Ma?”
“Justru karena ia terlalu banyak tahu, ia harus mati.”
Kini aku tahu yang sebenarnya, dan semakin aku tahu, semakin kuterdiam. Kulangkahkan kaki keluar ruangan. Samar terdengar suara Mama menyuruh si wajah hangat untuk mengikutiku. Entah apa maksudnya, kalau memang aku hanya melemahkannya. Mengapa tak dibiarkannya aku pergi.
Tak peduli salju, tak peduli kabut, aku berjalan dan terus berjalan. Menembus malam berbalut salju kelam.
Kabut lindungilah aku, aku ingin menghilang bersamamu.
Awan ajaklah aku kemanapun kau berarak pergi.
Bulan...janganlah kau mati sebelum mengajakku bersamamu.