Mohon tunggu...
Nisrina Sri Susilaningrum
Nisrina Sri Susilaningrum Mohon Tunggu... Guru - Great Learner

Great Learner

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

[Fikber] Antara Khayalan dan Kenyataan

21 November 2015   21:14 Diperbarui: 23 November 2015   06:43 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka semua berpakaian yang sama denganku, seragam dengan warna abu-abu muda, membuat dahiku semakin penuh dengan kerutan melihat keganjilan tingkah laku mereka pada pagi buta ini. Bukankah pemandangan seperti ini hanya ada di rumah sakit jiwa?

Mulutku langsung mengatup dengan sempurna. Seperti ada guntur yang menggelegar tepat di tengah kepalaku. Apakah aku sudah gila?

Tidak… tidak. Aku masih waras! Aku masih ingat namaku Anna. Tapi mengapa perawat tadi mengatakan bahwa namaku banyak, dan mereka menyebut nama orang-orang terdekatku sebagai diriku. Ah, mungkin mereka yang gila.

Aku masih ingat benar tentang apartemen tempat tinggalku, tentang perusahaan, tentang kapan pertama kali aku bertemu dengan sahabat-sahabat terbaikku itu. Juga tentang perjuangan kami membesarkan perusahaan, hingga terjadinya kecelakaan yang menjadi awal dari semua keanehan yang terjadi di antara kami. Bahkan aku masih ingat tentang Nina, yang dengan amat senang berlari menyongsong bel pintu kemarin pagi, untuk menyambut kedatangan Nugha!

Tapi anehnya, mengapa tiba-tiba aku berada di ruang putih dengan jendela berterali ini, seakan aku tak lebih hanya seorang pesakitan sekaligus penjahat ganas, yang tidak boleh keluar kamar karena dikhawatirkan membahayakan orang lain?

Analisaku hampir mencapai titik puncak ketika tahu-tahu pintu terbuka. Seorang lelaki dengan wajah tenang memasuki ruangan. Penampilannya rapi, dengan tas kantor di tangan, sementara di bagian saku bajunya tersemat emblem nama.

Dia tersenyum ramah kepadaku, sebelum akhirnya menyapa dengan amat sopan.

“Apa kabar, Anna? Apakah kamu baik pagi ini?”

Aku masih diam, berhitung antara harus bersikap waspada, melawan atau justru menyambut uluran persahabatan yang dia tawarkan. Agak terkejut juga aku ketika dari jendela kulihat langit mulai terang. Ternyata sudah selama itu aku merenung.

Akhirnya aku memilih yang ketiga, karena melihat lelaki itu bersikap wajar, dan amat jauh berbeda dengan sikap sosok-sosok berpakaian perawat kemarin.

Lelaki itu mendekatiku, lalu duduk di salah satu kursi santai di sebelahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun