Beberapa saat kemudian, kulihat perut Tiwi makin besar. Namun, hubungan mereka berdua tidak segera diresmikan. Tentu saja menjadi bahan gunjingan masyarakat, kan?
"Jangan ikut campur, Ma!" pesan suami kepadaku.
"Nggak akan pernah!" jawabku.
"Iya, bagus. Kan setidaknya beberapa bulan lalu sudah Mama ingatkan agar segera diresmikan, toh?"
"Sudah kuberitahukan, tetapi ibunya ngeyel! Ya, sudah. Kita tidak ikut-ikutan!"
Hari berganti, bulan pun maju dengan pesatnya. Kandungan Tiwi kian besar sehingga tetangga pun terdengar makin santer berkasak-kusuk. Sementara, aku dan suami tidak mau tahu karena memang mereka tidak mau diberi tahu.
Tiba-tiba ... salah seorang tetangga mengabarkan bahwa Tiwi melahirkan, tetapi tidak bisa pulang karena sakit.
"Ma, ... Tiwi selalu menanyakan Mama, loh! Apa Mama tidak ingin nyambangi?" tanya salah seorang kerabat suami.
"Iya, loh Ma! Kasihan! Ternyata pacarnya itu sudah beristri ... dan istrinya pun sedang hami besar!" lanjut salah seorang kerabat lain yang menghendaki aku menengoknya di rumah sakit.
Aku terhenyak. Kaget sekali.
"Apa? Pemuda itu sudah beristri?"