Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Panda, Pipit, dan Kucing Belang

4 September 2024   05:20 Diperbarui: 4 September 2024   05:41 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Panda, Pipit, dan Kucing Belang
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Pada salah sebuah kandang besar yang baru saja dibuat di suatu kebun binatang, seekor panda sedang melamun. Ia begitu sedih karena terpisah dari keluarga besarnya nun di negeri tirai bambu. Belum seminggu ia sengaja didatangkan ke tempat itu untuk menghibur masyarakat yang rindu akan sosok panda. Namun, panda yang diberi nama si Pandu itu belum bisa move on dari rasa sedih dan kecewa karena terpisah dengan keluarga besar yang disayangi.


Ketika si Pandu sedang bersedih, melintaslah seekor kucing kampung berwarna belang hitam putih. Kucing betina remaja itu sangat cantik. Warnanya kontras. Antara hitam dan putihnya begitu tegas sehingga terlihat sangat anggun. Apalagi, warna hitam dan putihnya itu seimbang, dari area tengah pinggang ke bawah berwarna hitam legam. Sementara sedikit di atasnya warna putih bersih hingga daerah leher.

 Sedangkan bulu di kepala dua warna, hitam dan putih.


Kalau diperhatikan dengan saksama, permainan warna yang diciptakan Allah pada badan kucing itu, sangat mirip dengan warna bulu panda. Oleh karena itu, ketika melihat sosok seekor panda, si kucing sangat heran. Belum pernah ia melihat binatang secatntik itu. Apalagi warna bulunya mirip dengan dirinya.


Si kucing itu oleh pemiliknya diberi nama Kunda, singkatan dari kucing panda karena kemiripan warna bulu. Namun, baru kali ini si Kunda melihat keberadaan panda. Ia sangat takjub!


"Hewan apa gerangan, kok ... warnanya seperti aku?" gumamnya di dalam hati.


Kunda melihat ke seluruh area kandang. Dilihatnya potongan bambu muda berserakan di tempat itu, tetapi tidak ada makanan apa pun.


"Apakah ia kelaparan? Kelihatannya begitu lemas! Waah, aku harus segera berkenalan dan mencari tahu!" bisiknya.


Tetiba seekor burung pipit melintas di dekat si Kunda sambil mencicit riuh.


"Hai, Kucing cantik!" sapa si pipit.


"Hai, juga?"


"Kamu kenapa berada di sini? Apa nggak takut dimarahi petugas?" lanjut pipit menyelidik.


"Ahaha ... enggak takut! Para petugas enggak pernah menghiraukan kedatanganku, kecuali aku berniat jahat! Sementara ... aku kan cuma bermain saja, Kawan!" dalihnya.


"Oooh, begitu! Iya, sih. Aku dan kamu ini ... hewan paling bahagia, kan?" seru pipit bangga sambil bertengger di atas pohon pucuk merah yang ditanam di situ.


"Maksudmu bagaimana, Burung?" tanya Kunda heran.


"Iya, Mpus! Kita ini bebas, tidak dikandangkan. Maka, mau ke mana pun ... ya sesuka hati kita saja! Memang sih, kita harus mencari makan sendiri. Sementara mereka yang dikandangkan di tempat ini masih diberi jatah makan dan disediakan minum pula!"


"Heh, jangan sapa aku Mpus, deh! Aku paling tidak suka. Aku punya nama. Namaku Kunda, Pit!" sergahnya.


"Oh, ... maaf. Baru kutahu kalau namamu Kunda, Kawan!"


"Oke, kumaafkan, tetapi jangan kau ulangi lagi, ya!"


"Baiklah!" jawab burung pipit santun.


"Ngomong-omong, mengapa hewan itu kelihatan lemah dan lemas, ya?" tanya Kunda kepada si pipit.


"Coba kutanyakan sebentar. Aku akan masuk ke kandangnya! Tunggu, ya!"


"Wuah, terima kasih! Iya, kutunggu di sini, segeralah ke sana!" tunjuk Kunda kepada panda.


Beberapa saat kemudian ....


"Hai, Kawan!" sapa pipit santun sambil mengitari kepala panda.


"Hmmm ...." jawab si panda lesu.


"Kamu kenapa? Sakit? Atau ... ada masalah?" selidik pipit.


"Iya, aku sakit hati!" jawab panda.


"Kenapa? Bolehkah saya tahu? Itu si kucing ... juga sangat ingin mengetahui kondisimu! Ia mengkhawatirkanmu, Kawan!" lanjutnya sambil menoleh menunjuk si kucing yang berada di luar kandang.


"Oh, ia peduli padaku?" si panda meneleng ke arah pipit.


"Iya, Kawan. Ia memintaku bertanya padamu. Apakah kamu baik-baik saja?" jawab pipit.


"Wah, terima kasih. Sampaikan padanya kalau aku rindu keluargaku. Aku sedih berada di tempat ini sendiri!" jawab panda.


"Kamu tidak sendiri, Kawan. Aku dan kucing akan selalu menemani. Jangan bersedih, ya! Hati yang gembira itu obat yang paling mujarab!" kicau pipit menghibur sahabat barunya.


"Hmm ... benarkah begitu?" gumam panda.


"Iya, benar! Kalau hatimu gembira, pasti sedih yang kaurasa akan sirna. Menyanyilah, bergeraklah, jangan hanya diam membisu!" saran pipit.


"Oh, ... jadi aku haru bernyanyi dan bergerak?"


"Betul, Sahabat! Kalau kamu bernyanyi dan bergerak ke sana kemari, niscaya kesedihanmu akan berubah menjadi kegembiraan. Nah, kalau kamu merasa gembira, pasti semua yang sakit ... semua yang sulit akan menghilang!" nasihatnya.


"Oh, benarkah? Oh, iya. Namaku Pandu, namamu siapa?" tanya si panda mulai ceriwis.


"Aku enggak punya nama khas. Panggil saja Pipit. Kalau si kucing teman kita itu ... namanya Kunda. Warna bulunya mirip kamu, kan? Makanya dinamakan Kunda. Kucing panda!"


"Oh, begitu. Sampaikan salam kenalku, ya!"


"Nah, ayo! Mendekatlah ke sana! Bergeraklah ke sana! Silakan berkenalan sendiri! Dengan bergerak dan bermain bersama, hatimu pasti akan sembuh dari sakit!" ajak Pipit menuju ke tepi kandang menjumpai si kucing Kunda.


Mulailah si panda mengikuti arahan Pipit. Ia menebarkan pandangan ke seluruh area, menuju tepi kandang tempat si kucing menunggu.


"Haiii!" sapa kucing antusias menunggu sahabat barunya itu mendekat.


"Hai, juga kucing yang bulunya mirip denganku! Senang bisa bertemu denganmu!" jawab panda tersenyum.


Aura wajah lesu dan lemah si panda seketika berubah ceria. Hal ini membuat Pipit dan Kunda sangat senang.


"Apa kabar, kawan baruku!" Kunda menjulurkan tangan untuk berkenalan.


"Iya, tadinya aku sangat sedih karena merasa sendiri. Setelah Pipit menyapa dan memberitahukan bahwa kamu peduli padaku, kini aku merasa agak lebih baik!"


"Waaah, aku ikut senang. Ngomong-omong, mengapa kamu bersedih?" selidik Kunda.


"Terpisah oleh keluarga, bagaimana tidak sedih? Di sini aku sendiri, pastilah aku merasa kesepian!" keluhnya.


"Oh, kamu tidak sendiri, kok! Ada aku dan Pipit yang akan selalu menemanimu! Terimalah keadaanmu dengan ikhlas, pasti akan ada masa depan yang lebih cerah!" petuah si kucing.


"Iya, terima kasih. Aku akan mengingat nasihat kalian, burung dan kucing yang baik hati!"


"Mari kita bermain dan bercanda agar hari-hari sedih kita sirna. Dengan aktivitas, segala rutinitas kita lakukan, Kawan! Jangan bermuram durja!" seru Pipit mengitari kepala kedua sahabatnya.


"Terima kasih. Kepedulian kalian membuat hati ini bahagia!"


"Syukurlah!" seru kucing dan pipit hampir bersamaan laksana koor tanpa dirijen.

***  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun