"Hai, juga?"
"Kamu kenapa berada di sini? Apa nggak takut dimarahi petugas?" lanjut pipit menyelidik.
"Ahaha ... enggak takut! Para petugas enggak pernah menghiraukan kedatanganku, kecuali aku berniat jahat! Sementara ... aku kan cuma bermain saja, Kawan!" dalihnya.
"Oooh, begitu! Iya, sih. Aku dan kamu ini ... hewan paling bahagia, kan?" seru pipit bangga sambil bertengger di atas pohon pucuk merah yang ditanam di situ.
"Maksudmu bagaimana, Burung?" tanya Kunda heran.
"Iya, Mpus! Kita ini bebas, tidak dikandangkan. Maka, mau ke mana pun ... ya sesuka hati kita saja! Memang sih, kita harus mencari makan sendiri. Sementara mereka yang dikandangkan di tempat ini masih diberi jatah makan dan disediakan minum pula!"
"Heh, jangan sapa aku Mpus, deh! Aku paling tidak suka. Aku punya nama. Namaku Kunda, Pit!" sergahnya.
"Oh, ... maaf. Baru kutahu kalau namamu Kunda, Kawan!"
"Oke, kumaafkan, tetapi jangan kau ulangi lagi, ya!"
"Baiklah!" jawab burung pipit santun.
"Ngomong-omong, mengapa hewan itu kelihatan lemah dan lemas, ya?" tanya Kunda kepada si pipit.