Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senandika Pagi

16 Juli 2024   06:30 Diperbarui: 16 Juli 2024   08:17 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar satu jam kemudian, keponakan cantik satu-satunya datang dengan dua bungkus jajanan kesukaan yang tadi sudah disinggung sebelumnya. Sambil menikmati makanan berdua, si cantik bercerita panjang lebar aktivitasnya selama sebulan belakangan.

"Niatnya memang persembahan dari jemaat. Kalau di kemasan pakaian yang sudah dikemas memang bekas baju keseharian yang kurang layak dihargai Rp2.000,00 lalu ada yang membayar Rp10.000,00 ... ya, itu niatnya memang mempersembahkan," pamernya berapi-api.

"Lah ... baju-baju itu kondisinya bagaimana?" tanya Bu Tari serius.

"Bervariasi, Tante. Ada yang bagus, masih bagus, layak pakai, atau ya ... seperti yang kusebut tadi! Pakaian yang kami dapat dan kumpulkan itu, kami siasati. Kami setrika dengan pewangi, kami kemas dalam plastik transparan, lalu kami beri harga sesuai kondisi. Ada yang Rp60.000,00, Rp50.000,00 hingga yang paling murah Rp2.000,00 saja!"

"Bagaimana? Apa Tante ada ide lain? Atau ... barangkali ada yang bisa disumbangkan juga?" lanjut sang keponakan menyelidik.

"Ya, ada banyak pakaian layak pakai memenuhi gantungan lemari. Maklum, dulu aku kan kerja di beberapa tempat. Jadi, urusan penampilan, terutama harus gonta-ganti baju agar siswa tidak bosan, pasti aku nomor satukan!"

"Nah, trus ... bagaimana? Mau diapakan? Apa tetap stay di gantungan saja? Mubazir, Tante!" selidik sang keponakan.

"Saat ini ... hehe ... sudah tidak layak muat! Tubuh ini mengembang sedemikian rupa. Jadi ... bahkan masih ada yang belum pernah kupakai sama sekali, enggak bisa dipakai lagi! Hihihi ....!"

"Nah, daripada tidak berguna, apa enggak sayang, tuh? Bagaimana kalau Tante hibahkan saja kepada kami? Hasilnya nggak kami gunakan foya-foya, kok! Juga enggak kami pakai sendiri, loh! Jujur ... kami sedang menggalang dana buat melunasi utang!"

"Hah, utang apaan?" netra sang bibi melotot mendengar kata utang.

"Hehe ceritanya panjang, Tante. Intinya, kami ingin membangun sebuah tempat ibadah. Biasa, kekurangan dana ... sehingga menggerakkan siapa pun yang merasa terbeban untuk mencari dana dengan cara halal, tentunya. Hmmm,  ... ya gitu deh ...!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun