"Siap! Aku saat ini hanya ingin ...."
"Ingin apa lagi?"
"Ingin ... emmm ... agar suatu saat kelak, jika sewaktu-waktu dipanggil pulang, tidak merepotkan keluarga!"
"Good! Aku setuju. Kalau memohon dengan rendah hati pasti Tuhan pun akan menyetujui dan mengabulkan permohonanmu itu!"
"Amin!"
"Aku tahu dan yakin ... Tuhan akan mengabulkan doamu. Seperti keinginanmu yang kemarin-kemarin, kan? Saat rumahmu bocor, dana bulananmu hanya cukup untuk makan, ternyata Tuhan mengirimkan anak sulungmu untuk datang dan melihat sendiri kondisi rumahmu. Bahkan, tanpa kauminta pun anak sulung dan menantumu yang sangat perhatian itu mengirimkan tukang untuk membenahi hal-hal yang rusak dan perlu perbaikan. Bukankah itu pun anugerah Tuhan yang berkenan memakai anakmu sebagai saluran berkat?"
"Iya ... duuhh ... jangan bikin aku menangis, dong!"
"Enggak apa-apa! Menangis itu sangat penting untuk membersihkan kelenjar air mata, kok. Menangis baik di saat sedih maupun bahagia itu wajar dan sangat manusiawi!"
***
"Yuuuurrr .... sayuuuur!" terdengar sayup dari kejauhan Bi Uchi menjajakan dagangannya dengan cukup nyaring.
"Hmmm ... si bibi begitu rajinnya! Ketika orang lain masih bergulung di lipatan selimut, ia sudah berkeliling kampung saja!"