Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 175 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Anyelir (Part 22)

4 Juli 2024   17:04 Diperbarui: 4 Juli 2024   17:11 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Upaya dan Pengorbanan Krishna 

"Cinta seperti penyair berdarah dingin yang pandai menorehkan luka. Rindu seperti sajak sederhana yang tak ada matinya." - Joko Pinurbo.

"Rindu menebarkan rasa sepasang ingatan yang tak ingin hilang, menjelma genang air mata." - Prilly Latuconsina.

Pagi itu Krishna memberi tahu seisi rumah, yakni Bi Lasmi selaku asisten rumah tangga dan Suster Sri sebagai perawat pribadi, bahwa dia akan memperlakukan Anye secara lebih lembut seolah-olah suaminya. Jadi, kalau mereka melihat Krishna mencium pucuk kepala Anye, mengelus perut, atau kalau perlu sedikit berlebih, mereka tidak perlu khawatir. Itu hanya suatu cara untuk mengembalikan gairah hidup Anye demi pemulihan kesehatan jiwanya.

"Dokter ... apakah istri Dokter tidak keberatan dengan pengorbanan seperti itu?" tanya Suster Sri.

"Sudah saya pikirkan dengan matang, Suster. Lagi pula saya masih belum terikat oleh siapa pun. Calon tunangan saya setengah tahun silam memutuskan hubungan kami dan kini dia telah menikah dengan pria lain!"

"Owh!"

"Ya, begitulah hidup dan kehidupan, Suster! Kita nikmati saja alurnya sehingga tidak sakit jiwa kita!" sang dokter pun tersenyum kepada kedua wanita baik hati yang menunjukkan kasihnya kepada Anye dengan tulus tersebut.

Ketika Anye sudah selesai dirawat oleh sang suster, Krishna pun membawanya ke teras depan. Saat itu kawanan kutilang sedang bertandang. Mendengar kicau sang kukila, tetiba ingatan Anye berputar menuju beberapa bulan silam.

Dia  teringat saat itulah Jalu melepaskan statusnya sebagai seorang gadis. Tidak dengan paksa, tetapi dengan sangat manis. Teringat bagaimana sang suami itu memperlakukannya dengan begitu lembut.

"Permisi, Sayang ... izinkan aku yang hendak membawamu terbang ke bulan!" rayu lirih Jalu di telinganya saat itu, beberapa detik sebelum statusnya berubah drastis.

Sementara bandara yang telah dikondisikan itu pun telah siap menerima kehadiran pesawat yang hendak mendarat. Pesawat berhasil menukik turun dan mendarat dengan mulus tanpa membuat sang penumpang bergolak. Sedikit terlonjak, tetapi akhirnya tuas hand rem yang bergerak mendesak pun bisa diterima dengan bijak. Tidak ditolak! Itulah pendaratan perdana yang menghablurkan isi bagasi secara luar biasa. Misi penerbangan pun berhasil membawanya ke permukaan bulan!

Anye tersenyum sendiri. Krishna yang berada di samping kirinya sedang membelai telapak tangan kanan Anye. Tetiba Anye merespons, berpaling mengarahkan netra dan dengan tatapan manja yang meluluhlantakkan hati Krishna.

"Ouwh my God!" keluh hati Krishna, "Tatap mata jeli Anye ini mengundang pesona! Salahkah kalau aku bisa saja jatuh hati padanya?"

Terbawa emosi, Krishna pun mengelus rambut Anye yang telah disisir dan disanggul oleh Suster Sri sehingga leher jenjang mulus Anye tampak nyata.  Anye pun tetiba menyandarkan kepala ke bahu Krishna dengan manja dan sungguh membuat hatinya sangat tersayat dan trenyuh.

"Jangan tinggalkan aku, Mas!" lirih Anye.

Sontak Krishna kaget. Rupanya tahap-tahap awal pemulihan sudah hampir tiba. Semoga perjuangan yang dilakukannya memperoleh hasil nyata.

"Ya, aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Anye!" sambut Krishna dengan sangat lembut.

"Janji, ya!" rajuk Anye sambil mengajak mengaitkan kelingking sebagaimana kanak-kanak berjanji setia.

Hati Krishna bagai diaduk-aduk, secara spontan tangannya mengelus perut yang membukit dan menunjukkan gerakan berirama.

"Geliiiii," lirih Anye merasakan desakan-desakan halus sehingga perutnya bergelombang ria.

"Iya, Anye ... putramu lincah sekali! Sebentar lagi kamu akan menjadi ibu!" bisik Krishna masih dalam batas wajar.

"Sudah hampir tujuh bulan dia!" ujar Krishna lembut.

Tetiba Anye melingkarkan tangan ke leher Krishna dan mendekatkan mukanya dengan sang dokter. Mendadak sang dokter pun tergagap.

"Anye ...," keluh Krishna. "Apa yang kamu inginkan?" tuturnya gemetar.

"Hmmm," jawab Anye tersenyum.

"Apa kamu mau upacara tujuh bulanan?"

Anye menggeleng perlahan sambil menatap manik netra sang dokter.

"Waduhhh," keluh sang dokter di dalam hatinya. "Hmm ... akan kulakukan apa pun demi kesembuhanmu, Anye!"

Tatapan nanar itu tembus jauh ke dalam hati Krishna. Sejuta pesona itu meluruhkan hatinya, "Kasihan kamu, Anye ... anak yang di dalam rahimmu semoga sehat hingga lahiran! Amin," bisik Krishna tergagap salah tingkah.

"Jaluuuu," lirih Anye menyebut nama suaminya meski yang ada di hadapannya adalah Krishna.

Krishna pun melelehkan air mata haru. Dia  tak bisa berkata-kata. Linangan bening itu kian menderas menganak sungai.

Anye menyeka air mata itu sambil menggeleng perlahan, "Kamu jangan menangis, aku merindukanmu!" tuturnya.

Hati Krishna makin remuk redam. Dia  tergugu dalam haru. Apakah Jalu mendengar kerinduan sang istri?

"Di manakah kamu Jalu? Ya, Tuhan ... Jalu, istrimu sedang sangat merindukanmu!" batin Krishna tidak mampu menghentikan tangisannya.

Sementara, sesaat Anye teringat ketika Jalu memintanya untuk menjadi kekasih dengan tangisan pula.

Sudah hampir empat bulan Jalu belum pulang juga. Tidak ada kabar beritanya. Pihak fakultas dan teman-teman yang mencarinya pun belum menemukan tanda-tanda kehidupan dari seorang Jalu.

Memang saat ibu kota panas membara, Jalu diperkirakan sedang berada di sana. Ratusan orang menjadi korban kebiadaban pembakaran puluhan gedung strategis dan mungkin karena berada di lokasi yang tidak jelas, Jalu pun tidak dapat ditemukan. Entah apakah selamat dari amuk massa, atau justru terpanggang dalam bara, tak ada seorang pun tahu.

Informasi dari seluruh rumah sakit di ibu kota pun sudah disisir, tetapi tidak ditemukan nama Jalu Amukti di sana. Kesimpulan sementara, Jalu dinyatakan hilang oleh pihak perguruan tinggi tempatnya menimba ilmu. Bukan hanya Jalu, melainkan masih ada beberapa yang lain yang bahkan sampai saat itu belum terdeteksi secara jelas siapa.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun