The Twin DreamsÂ
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Tropi yang di tangannya ikut basah karena tirta netra yang jatuh tak terbendung. Ya, Deo terharu ketika diminta naik panggung kehormatan. Namanya  disebut sebagai juara satu lomba cukup bergengsi di daerahnya itu. Sungguh, Tuhan telah mengangkat nama dan martabatnya lewat teman-teman yang memberikan kesempatan emas untuk mengikuti ajang kreativitas tersebut.
Flash back on.
Dua bulan lalu, si kembar Lintang dan Bintang mendatanginya tergopoh-gopoh. Dua kembar yang tampan, pintar, dan baik hati itu adalah putra salah satu orang terpandang di daerahnya. Keduanya sangat respek melihat Deo yang masih kecil harus banting tulang membantu orang tuanya mencari nafkah. Anak sekecil itu sudah harus meninggalkan dunia bermain karena membantu ayah dan ibunya, terutama mengambil air yang lumayan jauh dari rumah.
Secara tidak sengaja si kembar mengetahui rutinitas Deo ketika diminta gurunya meneliti kondisi air di daerahnya. Mereka berdua bertemu dengan Deo yang sedang memikul dua jerigen air pulang pergi dengan mengambil air di belik, sebutan mata air di daerah perbukitan kampung sebelah.
Kembar sangat heran sekaligus kagum. Ketika mereka berdua tidak pernah memikirkan sulitnya mencari air karena di rumah tersedia saluran PDAM, ternyata ada teman sebaya yang harus bercucuran keringat mencarinya. Maka sesampai di rumah, sambil menyelesaikan laporan tugas, mereka membicarakan bagaimana cara menolong si kecil Deo.
"Bin, kan dua bulan lagi ada ajang lomba marathon menempuh jarak lima kilometer, nih!" bisik Lintang sambil membereskan tugas.
"Hmm ... iya, terusss ...!" jawab Bintang melanjutkan mencari referensi untuk melengkapi tugas  mereka.
"Maksudku, bagaimana kalau kita mengikutkan Deo?" Lintang melanjutkan sambil mencolek lengan Bintang agar menoleh ke arahnya.
"Kan lomba itu untuk kelas 5 dan 6 Lin? Bagaimana bisa ... sementara Deo masih kelas 4 loh!" dalih Bintang.