Minem
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Sore itu Minem diantar oleh ayahnya ke rumah juragan yang ada di kota kecil, jauh dari desa asal. Dari rumahnya di Dusun Pagerwojo, sebuah potret desa pegunungan, menuju kota kecil itu ditempuh dengan perjalanan sepeda kayuh sekitar dua atau tiga jam. Entah berapa kilometer, Minem tidak paham. Yang dia tahu, setelah lulus SD, dia hendak belajar bekerja menjadi pembantu rumah tangga.Â
Daripada di desa hanya lontang lantung, paling-paling mencari kayu bakar di hutan jati. Apesnya lagi kalau disuruh nikah muda.
Di rumah juragan itu, juga ada Yu Tun, yang berasal dari tetangga desa Minem. Nama aslinya Karyatun, tetapi berhasil membeli ijazah SD salah seorang teman yang lulus untuk melanjutkan sekolah ke SMP swasta. Nama teman yang lulus itu Muntinah. Jadilah mulai saat itu Yu Tun berubah nama menjadi Muntinah. Dengan nama Muntinah itu dia berhasil lulus SMP dan saat itu sedang melanjutkan di SPG swasta. Sebuah sekolah yang mencetak calon guru SD kala itu. Apalagi sudah kelas dua pula dia.
 Muntinah yang selanjutnya disapa Yu Mun ini tentu saja sudah lima tahun berada di rumah juragan. Dipercaya menangani beberapa karyawan yang indekos sambil bersekolah di sore hari. Nyonya sering ke luar kota, bahkan ke luar pulau untuk berdagang. Karena itu, Yu Mun inilah tangan kanan yang berkuasa mengelola segala sesuatu sehubungan dengan kerumahtanggaan.
Pekerjaan utama Yu Mun adalah memasak, melayani karyawan indekos, termasuk juragan kakung yang sering ditinggal oleh istri. Juragan kakung berusia hampir lima puluhan tahun, pensiun dini dari sebuah kantor dengan alasan kesehatan.
"Oh, Minem ingin bekerja saja atau bekerja sambil bersekolah seperti Muntinah?" tanya juragan putri.
"Bekerja saja, Ndoro Putri!" jawab Minem kalem.
"Jangan panggil Ndoro, panggil saja Ibu, ya. Kalau Bapak, terserah kamu mau panggil apa," kata juragan putri santai.
"Baik, Ibu. Minem mohon diajari bekerja saja. Sebagai pembantu tidak apa-apa," lanjutnya.
"Minem sudah bisa masak, mencuci, dan setrika?"
"Belum, Ibu!"