Namun, kali ini aku kembali kesal kepada mamaku. Seperti anak muda lainnya, aku pasti menginginkan berkumpul bersama teman sebaya. Saat kukemukakan bahwa aku ingin menghadiri pesta ulang tahun Rita Edelweis, teman sekelasku yang digelar hingga pukul 21.00 mama menentangku. Mama tidak mengizinkanku untuk pergi ke pesta itu.
Untuk menghindari kesuntukan, pukul 19.00 yang harusnya sudah berangkat bersama kawan-kawan, akhirnya acaraku harus gagal. Maka aku menghibur diri dengan pergi ke swalayan tak jauh dari rumahku. Aku hendak membeli cokelat!
Dengan mata sembab dan pikiran kacau, aku berjalan bergegas di malam itu. Tiba-tiba sebuah truk dengan sorot lampu menyilaukan menuju tepat ke  arah berdiriku. Sekejap aku  merasa didorong, dan setelah itu semuanya menjadi gelap.
Entah berapa lama aku pingsan. Saat terbangun kulihat serbaputih di sekelilingku. Rasa nyeri bukan main menusuk-nusuk kepala dan kakiku. Ternyata, ada perban yang meliliti kepala dan kakiku.
"Syukurlah kamu sudah siuman! Semalam mamamu mengikuti dan mendorongmu saat sebuah kendaraan yang blong remnya hendak melindasmu!" kata seorang perawat yang berada di dekatku.
"Ohh, ... siapa yang telah mendorongku, Suster?" tanyaku menyelidik.
Lalu, seorang dokter datang tepat saat aku bertanya dan langsung menjawab pertanyaanku, "Orang itu adalah mamamu sendiri!"
"Ohh ...!"
"Iya. Kata saksi mata, mamamu itu sengaja mengikutimu. Untunglah! Seandainya tidak ada mamamu, pastilah lebih parah yang kauderita!" ujar dokter sambil memperhatikan manik netraku.
"Ya, Tuhaaaan ...! Lalu sekarang mamaku di mana, Dokter?"
"Beliau juga dirawat. Tetapi masih di ruang gawat darurat!"