Sejak hari itu Belalang berpuasa. Ia tidak makan, tidak minum, tidak bergerak, dan bahkan tidak mau berbicara. Dia hanya diam tak bergeming di sela-sela daun ilalang panjang. Seperti halnya kepompong!
Sudah berhari-hari dia melakukan aktivitas barunya: bertapa dan berpuasa! Dia berkeinginan dan berharap agar sayapnya berubah menjadi indah. Namun, yang terjadi semakin hari badannya semakin kurus. Teman-teman serangga lain yang melihatnya, merasa terheran-heran melihat perubahan drastis itu.
"Apakah kamu sakit, Belalang sehingga kamu tidak mau makan dan bermain dengan kami?" tanya Jangkrik mendekatinya.
Belalang tidak mau menjawab. Hanya diam seperti halnya kepompong.
"Aneh, biasanya kamu mau berbicara, mengapa sekarang diam, Belalang? Ada apa denganmu?" tanya Cacing yang tiba-tiba menyembul dari sela akar ilalang dengan terheran-heran. Belalang tetap diam membisu sejuta bahasa.
"Apa yang kamu pikirkan, wahai Belalang? Badanmu kurus, mukamu pucat, bibirmu gemetar. Apa yang menjadi permasalahanmu?" tanya Glatik yang hinggap di pucuk bunga liar.
"Ceritakanlah, siapa tahu kami bisa membantu memikirkan dan mencari jalan keluarnya!" rayunya.
Belalang hanya diam saja. Hal ini menyebabkan semua temannya sedih dan khawatir. Semua mengira si Belalang mulai gila. Karena itu, keesokan harinya teman-temannya berkumpul di sebelah-sebelah dan di sekitarnya  mencoba menghibur dan mengajaknya berbicara.
"Jika ada masalah, berbicaralah!" kata Jangkrik.
"Ya, Belalang. Kami dengan tulus akan mencoba membantumu!" kata Lipan.
Semua berusaha menghibur. Mendengar hal itu hati Belalang pun tersentuh dan luluh, kemudian mau menceritakan keadaan dan sisi hatinya. Apa yang dipikirkan dan diinginkannya dikemukakannya dengan mata berkaca-kaca.
"Aku berpuasa karena ingin menjadi seperti Kupu. Aku ingin menjadi Kupu!" katanya tersendat-sendat.