Bila Belalang Bertapa (part 2)Â
Oleh: Ni Ayu
"Saat menjadi kepompong, aku sengaja berpuasa, tidak memakan apa pun juga. Aku hanya berdoa memohon kepada Allah agar diberi wujud yaag indah, tidak menakutkan dan tidak menjijikkan lagi. Siang malam aku tak henti-hentinya berdoa. Bersyukur, doaku didengar dan dikabulkan-Nya. Selanjutnya, wujudku seperti ini sekarang!" kata Kupu-kupu sambil memamerkan keindahan sayapnya.
"Apa aku juga harus berdoa kepada Allah?"
"Kukira setiap makhluk wajib berdoa kepada Allah, Sahabatku! Perkara permohonan kita didengar atau tidak, itu urusan Allah sendiri!"
"Apa wujudku akan berubah bila aku berdoa?" tanya Belalang.
"Wah, itu aku tidak tahu, Belalang! Karena segala sesuatu di dunia ini hanya Allah yang Mahatahu!"
"Jika aku berpuasa ... apa Allah akan mengabulkan doaku?"
"Allah akan mengabulkan yang lumrah, Sahabatku. Namun, Â entahlah, mungkin juga Allah akan memberikan keajaiban kepadamu, Sahabatku!" kata Kupu-kupu, "Ahh hari sudah semakin siang, aku harus berkunjung ke tempat saudaraku. Izin untuk meninggalkanmu, ya Sahabat! Semoga kamu berbahagia!" pamit Kupu-kupu.
Memperhatikan bagaimana Kupu-kupu terbang dengan indahnya, bermanuver pula di atas kepalanya, Belalang merasa sangat iri di dalam hatinya. Tiba-tiba saja dia ingin memiliki sayap yang indah  sebagaimana yang dimiliki Kupu-kupu.
"Baiknya aku akan puasa seperti kepompong supaya memiliki sayap seindah Kupu-kupu!" begitu katanya di dalam hati.
Sejak hari itu Belalang berpuasa. Ia tidak makan, tidak minum, tidak bergerak, dan bahkan tidak mau berbicara. Dia hanya diam tak bergeming di sela-sela daun ilalang panjang. Seperti halnya kepompong!
Sudah berhari-hari dia melakukan aktivitas barunya: bertapa dan berpuasa! Dia berkeinginan dan berharap agar sayapnya berubah menjadi indah. Namun, yang terjadi semakin hari badannya semakin kurus. Teman-teman serangga lain yang melihatnya, merasa terheran-heran melihat perubahan drastis itu.
"Apakah kamu sakit, Belalang sehingga kamu tidak mau makan dan bermain dengan kami?" tanya Jangkrik mendekatinya.
Belalang tidak mau menjawab. Hanya diam seperti halnya kepompong.
"Aneh, biasanya kamu mau berbicara, mengapa sekarang diam, Belalang? Ada apa denganmu?" tanya Cacing yang tiba-tiba menyembul dari sela akar ilalang dengan terheran-heran. Belalang tetap diam membisu sejuta bahasa.
"Apa yang kamu pikirkan, wahai Belalang? Badanmu kurus, mukamu pucat, bibirmu gemetar. Apa yang menjadi permasalahanmu?" tanya Glatik yang hinggap di pucuk bunga liar.
"Ceritakanlah, siapa tahu kami bisa membantu memikirkan dan mencari jalan keluarnya!" rayunya.
Belalang hanya diam saja. Hal ini menyebabkan semua temannya sedih dan khawatir. Semua mengira si Belalang mulai gila. Karena itu, keesokan harinya teman-temannya berkumpul di sebelah-sebelah dan di sekitarnya  mencoba menghibur dan mengajaknya berbicara.
"Jika ada masalah, berbicaralah!" kata Jangkrik.
"Ya, Belalang. Kami dengan tulus akan mencoba membantumu!" kata Lipan.
Semua berusaha menghibur. Mendengar hal itu hati Belalang pun tersentuh dan luluh, kemudian mau menceritakan keadaan dan sisi hatinya. Apa yang dipikirkan dan diinginkannya dikemukakannya dengan mata berkaca-kaca.
"Aku berpuasa karena ingin menjadi seperti Kupu. Aku ingin menjadi Kupu!" katanya tersendat-sendat.
"Oh, apa mungkin?" teriak Cacing.
"Aku berdoa supaya Allah mengabulkan permohonanku!" kata Belalang.
"Aduh, Belalang! Allah hanya mengabulkan doa yang baik. Allah hanya mengabulkan doa yang wajar!" kata Kalajengking lantang.
"Apa memohon menjadi Kupu tidak wajar?" tanya Belalang.
"Mesti saja tidak wajar! Seperti kamu minta hujan dari langit di musim kemarau!" kata Lipan.
"Allah menciptakanmu menjadi belalang, harusnya kamu bersyukur!" kata Jangkrik menimpali.
"Sayapku paling jelek, aku malu!" dalih Belalang.
 "Mengapa harus malu? Siapa yang bilang kamu jelek? Siapa, coba?"  kejar Cacing.
"Ya, aku sendiri yang merasa begitu!" Â dalih Belalang.
"Tetapi aku menganggap sayapmu itu indah sekali, Belalang! Jauh lebih baik dari sayapku!" kata Kecoak yang tiba-tiba melompat ke arahnya.
Belalang memandangi Kecoak dengan seksama.
"Pandanglah aku baik-baik, Kawan! Apa kamu pikir sayapku lebih baik daripada sayapmu?" lanjut Kecoak sambil memutarkan dirinya.
Belalang lalu melihat Kecoak dengan lebih jeli lagi. Tampak benar. Warna sayap Kecoak lebih pekat daripada warna sayapnya. Jika dibandingkan dengan sayapnya, sayap Kecoak lebih jelek.
"Jika demikian, ya sudahlah Belalang. Jangan berharap yang tidak-tidak. Sebentar lagi akan diadakan lomba atletik. Jika kamu melanjutkan tapamu dan berharap keajaiban, lalu siapa yang akan menjadi juara lomba lompat jauh?" Â kata Cacing pula.
"Selama ini bukankah kamu juaranya, Belalang?" imbuh Jangkrik.
"Juara tak tertandingi dan tak terkalahkan!" puji Kalajengking santai apa adanya.
"Nah, tenyata kamu masih lebih hebat dibandingkan Kupu-kupu, kan? Lalu mengapa kamu ingin menjadi kupu-kupu?" tanya Cacing heran.
Belalang tersentak. Terkejut luar biasa. Apa yang disampaikan teman-temannya ternyata memang benar adanya. Selama ini dialah juara lompat jauh. Jika dia menjadi kupu-kupu, pastilah tidak akan bisa menjadi juara lompat jauh lagi.
"Sudah, jangan melamun terus. Cepatlah sudahi puasamu! Cepat cari makanan dan makan yang banyak supaya tenagamu pulih, sehat, dan kuat. Kamu harus secepatnya berlatih agar hari H perlombaan nanti kamu tidak dikalahkan oleh Jangkrik!" kata Lipan mengingatkannya.
"Terima kasih!" ucap Belalang.
Kemudian secepat kilat dia melompat melesat mencari makanan. Setelah merasa bersalah, Belalang bersyukur karena tetap menjadi belalang sebab dengan demikian dia akan bisa mencapai cita-cita untuk menjadi juara atletik di bidang lompat jauh lagi.
Belalang bersyukur memiliki sahabat yang sangat memperhatikan dirinya. Tidak perlu malu lagi, tidak perlu menyesali kalau kaki belakangnya panjang berduri. Ya, tidak perlu bertapa dan berpuasa lagi!
Teman-teman serangga semuanya senang. Mereka bersorak gembira dan saling bersalaman.
"Kita saling mendoakan, ya Kawan!" ujar Lipan. "Jika ada masalah jangan dipendam sendiri! Mari kita diskusikan bersama!"
Mereka setuju dan akhirnya berpencar menuju tempat tujuan masing-masing.
selesai
Edisi lengkap ada di KBM AppÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H