"Wahai, ... tak tahukah kamu Mas bahwa hatiku yang telah pecah berkeping-keping ini menjadi makin lumat mendengar penuturan lembutmu?" keluh hatiku.
Tak urung, netraku pun mengembun dan tetes embun itu diusap dengan jemari jempolnya begitu perlahan sambil mengembuskan napas panjang.
Sementara, nada dering gawaiku tetiba nyaring berbunyi. Sepenggal lagu Petrus Mahendra mengalun sahdu ....
Jangan datang lagi cinta
Bagaimana aku bisa lupa
Padahal kau tahu keadaannya
Kau bukanlah untukku
Segera kutarik tanganku dari pegangan Mas Yus. Aku berusaha menghapus air mata yang menganak sungai dan menghentikan tangis yang kian mendera. Kuambil gawai, sayang panggilan dari nomor tidak kukenal pun berhenti.
"Sudah ada yang barukah, Dik? Maksudku ... penggantiku," tanyanya menyelidik.
"Ya, Allah ... teganya kamu, Mas," keluhku dalam hati.
Namun, lidahku kelu. Hanya kutatap manik netranya tanpa bicara.