Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pura-pura Lupa, Matahariku

4 Mei 2024   05:29 Diperbarui: 4 Mei 2024   05:31 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Pura-Pura Lupa, Matahariku

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

"Dik, aslinya aku itu sayang banget padamu ... tapi ...," bisiknya tertahan.

"Ya, aku tahu. Aku memang tak layak menjadi pendampingmu!" sahutku agak kesal.

"Maafkan aku, ya ...." Pandang netranya menembus jantung dan aku hanya bisa mengangguk pelan.

Sejak pertemuan terakhir itu aku harus tahu diri. Aku harus mundur teratur sebab dia tidak memperjuangkan aku di hadapan keluarganya. Apa boleh buat. Biarlah aku mengalah. Kalau berurusan dengan masalah orang tua, jujur ... aku tidak punya pilihan, selain harus merelakan dan melupakannya. 

"Aku tahu, Mas. Cinta saja memang tidak cukup untuk bisa hidup bersama dalam mahligai rumah tangga. Biarlah aku mengalah membawa hatiku yang terbelah. Biarlah kuniatkan menjalani kelanjutan hidupku tanpamu seperti dahulu sebelum mengenalmu!" senandikaku sambil melangkah menuju tempat indekos, meninggalkan Mas Yus yang masih belum beranjak dari bangku taman kampus selatan, sementara cakrawala dan buana mulai temaram.

Senja telah turun, lampu-lampu pun belum dinyalakan petugas sift malam. Sepi memagut mencengkeram senja muram. Sambil melangkah gontai, otak ini berputar-putar ke masa silam. Sementara, warna jingga swastamita yang tadi begitu memesona mulai memburam, kelabu menuju hitam. Kini perlahan satu dua lampu rumah di jalanan kecil yang kususuri tampak baru saja dinyalakan sebab senja mulai menghitam. Mulai turunlah buana malam kian kelam.

"Betapa kau tidak tahu, Mas ... bahwa sebenarnya kau adalah matahariku. Ya, matahari yang menyinari hari-hariku. Tanpamu, sejujurnya gelap kelam dan  muram nian rasanya," keluhku di dalam hati.

Mungkin ini karma setelah aku memutuskan meninggalkan seseorang yang sudah sangat berbaik hati kepadaku semenjak pertunangan sepihak dua tahun silam. Ya, sejak usiaku masih tujuh belas tahun, aku sudah dipertunangkan dengan 'sahabat baik' guru biologiku di sekolah lanjutan atas.

Pertemuanku dengan Mas Kun, seseorang yang dipertunangkan denganku, saat aku membantu tim dekorasi janur untuk membuat kuade pernikahan salah seorang guruku.  Mas Kun adalah sahabat baik guruku tersebut. Dia  jatuh cinta kepadaku dan langsung mengutarakan niatnya untuk melamarku tak lama setelah acara pernikahan guruku selesai. Gerak cepat. Sementara, kakek nenek pengasuhku menyetujui karena alasan biaya hidup dan biaya pendidikanku. Mereka sama sekali tidak menanyakan bagaimana perasaanku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun