"Ohh, ... memang ada aturan gitu?" bisikku.
"Iya, konvensi. Artinya, peraturan tidak tertulis!"
"Ohh, ...!"Â
(Sejak saat itu jika pergi kuliah selanjutnya aku menggunakan wig model rambut pendek. Sementara rambut panjangku kusembunyikan di balik wig itu sehingga tidak ada lagi yang menarik-narik dari belakang. Untunglah aku memiliki beberapa wig yang bisa kupakai untuk mengelabui teman usil saat kuliah berlangsung. Nanti, jika kuliah selesai, mudah saja kulepas. Dan tentu saja rambut sepinggangku tergerai kembali.)
Kuliah selesai. Kami berhamburan keluar dari ruang kuliah paling besar itu. Ya, ruang kuliah yang menampung seratusan mahasiswa sehingga seringkali digunakan sebagai ruang kuliah mata kuliah umum, seperti Kewiraan, Agama, atau Pancasila seperti yang kuikuti saat itu.
Kakak yang tadi memberikan kursinya tiba-tiba menjejeri langkah kakiku.
"Ehh, kita belum sempat berkenalan. Kenalkan, aku Sunarno, biasa dipanggil Sun, dari Tulungagung juga. Aku dua tingkat di atasmu, Dik! Sekarang sedang menulis penelitian!" Â katanya memperkenalkan diri.
"Iya, Kak!" Â jawabku sekenanya.
"Kamu kost di mana? Ini sekarang mau ke mana?" lanjutnya.
"Indekost di Jalan Banten Dalam, Kak! Ini rencana mau ke perpustakaan mengerjakan tugas!" jawabku.
"Oh, bagus. Kita searah. Mau kutemani?" tanyanya.