"Siap 86, Komandan!" jawabku.
"Opo kuwi maksude?" serunya mengalahkan deru mobil.
"Anake Sampeyan sanggup, Mak!" seorang pembeli nimbrung yang membuat tawa Emak semakin ngakak.
"O, walahhh ... nggih!" sambutnya dengan mimik melucu.
***
Saat ini hujan bulan November belum juga reda. Cuaca begitu dingin membuatku berkutat di ruang tamu sambil membaca majalah lama. Ya, aku gemar membaca majalah lama yang dulu tak pernah sempat kusentuh karena kesibukanku.
Kini karena sedang berbadan dua, mungkin gawan bayi11 ada sedikit rasa malas untuk keluar dari rumah. Maka, aku pun me time, refreshing di ruang tamu dengan beberapa majalah lama, khususnya tentang parenting.
Bunyi klakson dan deru mobil membuyarkan lamunanku. Sebuah mobil hitam meluncur memasuki halaman rumahku yang cukup luas. Kubuka sedikit gorden mengintip siapa yang datang. Ternyata lelakiku datang bersama si lelaki sulung kami. Â Ya, suamiku adalah lelaki tampan yang dulu menabrakku! Ternyata, sejak pertemuan pertama beberapa tahun silam, dia merasa klepek-klepek melihat kesederhanaan penampilanku.
Saat itu si dia diam-diam mencari dan mengikuti perkembangan pendidikanku. Baru  berani mendekati dan melamar setelah dia mapan dan aku selesai kuliah strata satu menjelang ikut perkuliahan pascasarjana. Amazing, 'kan? Saat ini, dia bersama sulung kami lelaki kecil berusia lima tahun yang baru pulang dijemputnya dari les piano.
Ahhh, mengingat flash back masa lalu yang cukup indah membuatku tersenyum sendiri.
"Terima kasih, ya Allah ... aku telah membuat Emak bangga dengan menyelesaikan kuliahku di fakultas pascasarjana tepat saat Emak mengembuskan napas terakhirnya," senandikaku sambil beranjak menyambut kedua lelakiku yang berjalan menuju teras.