"Resepnya kalau mau jualan makanan itu ya bersih, rapi, higienis, murah, dan dilayani dengan senyum ramah!" kilah Emak bersemangat.
Kalau sedang senggang, Â aku pun wajib membantu Emak. Ya, memang yang nomor satu adalah bersekolah dan belajar dengan baik. Sementara, point kedua harus mau membantu Emak berdagang, terutama kalau Minggu dan hari libur sekolah.
Jadi, capeknya lumayan. Seperti hari ini! Setelah mengambil nasi dari rumah yang berjarak sekitar satu kilometer, membantu melayani para pembeli. Biasanya  aku mendapat bagian untuk membuat minuman, teh, kopi, jus buah yang lagi musim, wedang jeruk, dan wedang jahe. Namun, jangan dianggap biasa saja. Capeknya bisa luar biasa karena dari pagi hingga dagangan habis. Istirahat sebentar lalu lanjut sore hingga malam hari. Bukankah ini kerja rodi mengalahkan jam kerja zaman penjajahan Belanda? Ajaib dan herannya, ehhh ... alias luar biasanya, Emak dan keempat asisten beliau itu memiliki tenaga ekstra paripurna. Konon kata mereka kalau menganggur malah nglangut1  dan mudah capek. Aneh, 'kan?
"Tenaga para janda ini sekuat tenaga kuda, ya!" batinku melihat betapa cekatan Emak dan asistennya beraksi.
Melihatnya saja, sungguh ... capek mataku!
Begitulah kehidupan keluargaku setiap hari. Berkutat dengan kerja keras yang tiada henti. Rutinitasku pagi bersekolah, siang sore hingga malam membantu Emak. Setelah pulang di malam hari, aku sempatkan belajar sejenak. Untunglah aku dianugerahi otak encer sehingga cukup mudah menerima dan mengingat materi yang disampaikan para guru di sekolah. Beruntunglah aku hanya semata wayang sehingga kasih sayang Emak hanya tercurah kepadaku.
Di sela-sela membantu Emak, pasti Emak menanyakan kabar hari-hariku. Sekolahku, pergaulanku dengan teman sehingga aku tidak merasa diabaikannya. Sembari melayani para pembeli, Emak selalu menyempatkan diri untuk menasihatiku begini begitu. Dengan demikian komunikasi kami selalu hangat. Emak bahkan menginginkan agar aku bersekolah setinggi mungkin agar puas katanya.
"Kok begitu?" selidikku.
"Iya, Emak nggak pernah makan sekolahan!"
"Yo, mesti wae. Emak makan nasi! Bukan makan sekolahan!" selorohku berapi-api sambil terkekeh.
"Nggak begitu, Ndhuk! Karena Emak tidak pernah bersekolah, silakan kamu puaskan sampai setinggi-tingginya, biar Emak lega. Masiyo5 Emak tidak bersekolah, kamu harus kuliah! Paham?" lanjutnya.Â