"Kalau pemakaman bareng-bareng banyak orang sih, 'kan ada teman. Jadi, bisa menetralisasi pikiran, Mas! Apalagi, yang wafat teman dekat sejurusan. Wafat mendadak karena diduga keracunan makanan. Gimana, sih?" sambil kutatap manik netranya.
"Oh, iya ... ya!"
"Kalau aku sangat terkesan dengan kuburan couple, Dik!"
"Maksudnya?"
"Ya, kita dimakamkan di satu area berdampingan, begitu. Bisa, nggak, ya?"
"Haduuhhh, Mas! Jangan ngigau, deh!" sergahku.
"Kenapa? Punya keinginan 'kan sah-sah saja!"
"Kita ini masih baru pacaran, baru saja jadian, masak sudah minta dikuburkan berdampingan, sih! Ya, jelas aku nggak mau dong!"
"Ya, namanya keinginan, Dik!"
"Ya, tetapi keinginan itu mbok yo yang baik-baik saja, loh. Lah, ini malah ingin berkubur berdampingan. Siapa yang nggak ngeri, coba! Bulan kemarin aja aku ulang tahun didoakan panjang umur, 'kan? Ya, aku mohon diberi panjang usia, dong, ah. Kamu gimana, sih, Mas!" protesku.
"Ya, udah. Aku minta maaf, jangan dipikir lagi! Intinya, aku tak mau kehilangan kamu, sih!" katanya sambil beranjak dari dingklik, kursi kayu panjang yang kami duduki.