Mohon tunggu...
Nining Lestaree
Nining Lestaree Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Sederhana dan Satset-satset

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Badan Bank Tanah dan Asa Reforma Agraria yang Menyejahterakan

26 Januari 2025   08:36 Diperbarui: 26 Januari 2025   08:36 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani tersenyum di Kampung Gandok, Desa Suntenjaya, Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (29/1/2019). (Foto: Kompas/Machradin Wahyudi Ritonga)

Konflik agraria juga menyebabkan ratusan kasus kekerasan dan kriminalisasi. Selama 2024, ada 556 orang menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi akibat keterlibatan aparat di wilayah konflik agraria.

Berdasarkan sebarannya, konflik agraria terjadi di 34 provinsi dari 38 provinsi. Sulawesi Selatan menempati posisi terbanyak dengan 37 kasus, Sumatra Utara (32), Kalimantan Timur (16), Jawa Barat (16), Jawa Timur (15), Sulawesi Tengah (13), Sumatra Barat (12), Sumatra Selatan (11), DKI Jakarta (11), dan Jambi (10).

Menariknya, KPA menemukan korelasi, provinsi yang banyak kasus konflik agrarianya semakin memperbanyak juga tingkat kemiskinan penduduknya. 

Bila menyimak daftar Badan Pusat Statistik (BPS) tentang 20 Provinsi Termiskin di Indonesia per Maret 2024, tercantum Jawa Timur yang memiliki 3,9 juta penduduk miskin, Sumatra Utara (1,2 juta penduduk), Sumatra Selatan (984 ribu penduduk), DKI Jakarta (464 ribu penduduk), dan Sumatra Barat dengan 345 ribu penduduk miskin.

KPA pun menyerukan penyelesaian konflik agraria harus diarahkan dalam kerangka reforma agraria. Ini untuk memenuhi dan memulihkan hak atas tanah, serta mengatasi ketimpangan penguasaan tanah.

Ilustrasi Petani. Jumlah petani gurem di Indonesia mencapai 24,12 persen atau 17,25 juta petani. (Foto: kompas.com/Dok. Kementerian Pertanian RI)
Ilustrasi Petani. Jumlah petani gurem di Indonesia mencapai 24,12 persen atau 17,25 juta petani. (Foto: kompas.com/Dok. Kementerian Pertanian RI)

Pemerintah sejatinya berkomitmen mewujudkan reforma agraria. Di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, program reforma agraria dilaksanakan dengan membentuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan menyelesaikan sengketa tanah di Indonesia.

Begitu pula di era Presiden Joko Widodo. Saat memimpin Rapat Terbatas tentang Reformasi Agraria pada Agustus 2016, Jokowi menyampaikan, "Semangat reforma agraria adalah terwujudnya keadilan dalam penguasaan tanah, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, wilayah, dan sumber daya alam."

Kini, di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, reforma agraria bahkan dimasukkan kedalam delapan misi utama pemerintah atau Asta Cita kedua dibawah Program Swasembada Pangan. Kutipannya: "Menjalankan agenda reformasi agraria untuk memperbaiki kesejahteraan petani dalam arti luas sekaligus mendukung peningkatan produksi di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dan kelautan."

Dalam upaya melaksanakan reforma agraria juga, dibentuklah BBT pada 29 April 2021 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2021. BBT dibentuk guna menjamin ketersediaan tanah untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan sosial dan keadilan. Terkait reforma agraria, BBT berperan memberi kepastian hukum atas kepemilikan lahan.

Fungsi BBT lainnya adalah membantu pemerataan ekonomi, meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber daya agraria, dan menciptakan keadilan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun