Mohon tunggu...
Nindy Kumala
Nindy Kumala Mohon Tunggu... -

Membaca dan sangat mencintai untaian kata lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Diambang Kepalsuan Hidup

21 Januari 2011   09:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:19 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1295600688256806460

Pagi ini, Ken nampak tergesa-gesa sekali menemui klien yang telah dijanjikannya untuk tiba di Sarajevo cafe pukul 10.00 pagi ini. Tanpa melongok lagi Aldrin yang masih terpulas di tempat tidurnya bersama si bibi yang sedang mengawasi serta mempersiapkan air hangat untuk Aldrin mandi. Berlari kecil Ken menyambut taksi, ia pun tak sengaja tersandung sebongkah batu cukup besar yang terpajang beberapa meter jaraknya dari rumah mewah Ken disalah satu sudut kota Jakarta nan hiruk pikuk ini. Mobil kesayangannya sedang menginap dibengkel untuk beberapa hari akibat kecelakaan kecil menabrak trotoar jalan.

"Damn it! kenapa gue ceroboh banget sih, oh my God Keen,, ini salah satunya faktor ketimpangan hidup lo! Salah satu sebab juga elo sangat membutuhkan pendamping hidup pengganti Zamila. Lo nggak mungkin begini terus kali Ken. Tapi siapa juga yang mau sama gue? Duda labil, yang childish, hidup hampa, AAARRRGGHHH nggak banget deh lo Ken!" Seraya mengumpati dirinya sepanjang jalan hingga bertemu taksi di persimpangan kompleks.

Seusai menemui klien, Ken langsung meluncur ke kantornya di bilangan senayan. Sebuah perusahaan kecil yang ia rintis sejak masih remaja segar, kala itu ia hanya menjadi seorang sales door to door yang sangat berdedikasi dan gigih, sehingga jenjang karirnya melesat tajam diusianya saat ini 33 tahun, usia yang masih cukup muda untuk seorang owner perusahaan konsultan yang sedang berkembang alih-alih tiga tahunan terakhir ini.

Ken pernah menikan dengan Zamila, wanita yang tak tergantikan hingga kini. Zamila dipertemukan olehnya disebuah acara halal bihalal orang tuanya. Gadis cantik nan sholiha itupun akhirnya dipersuntingnya sesegera mungkin atas desakan orang tuanya pula. Namun, naas nya Zamila harus pergi meninggalkan dunia selama-lamanya ketika ia berjuang melawan Eclamsia untuk melahirkan Aldrin, putri kecil nan cantik semata wayang yang hingga kini masih diasuh Ken. Aldrin masih berusia tiga tahun, dan ia merupakan belahan jiwa pengganti Zamila yang telah pergi. Dulu, ketika Zamila masih hidup, Ken masih mau berwudlu, sembahyang dan menyentuh Quran. Sekarang, dengan kondisi jiwanya yang labil ia kembali mnjadi seorang atheis yang tak tahu harus dibawa kemana hidupnya, terlebih jika ingat Aldrin.

"Selamat siang Pak, Pak Ken nanti sore jam 3 bapak ada meeting dengan klien dari Bangkok di hotel Mecapture. Materinya juga sudah saya siapkan." Ucap Rika sekretarisnya yang super sexy dan bohai. Tak ayal Rika memang sengaja berpenampilan demikian, berharap Ken mampu tertarik olehnya. Namun, sudah terlalu bosan Ken bergaul dengan wanita-wanita seperti itu. Maka, hal tersebut tak terlalu mengusik hatinya. Ken telah terbiasa dengan pemandangan demikian, terlebih ketika ia sempat tinggal menetap di Moskow selama beberapa tahun lamanya sepeninggal Zamila istrinya.

"ada lagi nggak yang lain?" jawab Ken sibuk dengan ponsel genggamnya,

"emmh.. nggak pak, cuma itu aja. Eh, ada deh, tadi mbak Ellen hubungi bapak katanya sibuk terus.." dengan mimik wajah menyembunyikan kejengkelannya. Ellen adalah wanita cerdas, cantik nan menarik. Ellen salah satu pemegang saham dikantor Ken, namun keberadaannya selain rekan kerja Ken, Ellen sering mengusik kehidupan pribadi Ken. Ken berharap topeng yang selama ini ia gunakan untuk menjaga perasaan wanita itu, segera ia hempaskan sejauh mungkin. Pasalnya, Ken merasa dengan kecantikan serta kecerdasannya tidak ia butuhkan sebagai sosok pendamping. Sekuat apa pun usaha Ellen untuk mengambil hati Ken, ia tetap berpikir seribu kali untuk menikahinya, terlebih dengan gaya hidup Ellen yang hedonis dan menghamba pada kebebasan cara hidup.

Saat itu, sangat membuat Ken seratus persen sirna terhadap ketertarikan Ellen. Ketika Ken ingin meminta bantuan Ellen untuk menjaga Aldrin sementara waktu, karena Ken harus ke Moskow mengurus dokumen yang tertinggal. Sementara si bibi sedang pulang ke kampung halamannya. Ken mendapati Ellen sedang asyik bercinta dengan seorang pria asing, dan dari kejadian itulah Ken sangat ingin Ellen pergi menjauh dan mungkin menghilang dari hidupnya.

"Hai Ken.. emm, maaf.. hehee, yea.. ada yang bisa ku bantu?"

"em, no.. thanks. Tadinya aku mau titip Aldrin dua hari, tapi kayaknya salah tempat. Oke deh aku cabut dulu ya, having enjoy lady!" melesat bagai roket tanpa henti, Ken membawa Aldrin dalam gendongannya membawanya masuk kembali ke mobil. Sementara Ellen hanya mengigit bibir dibalutan kain selimutnya.

Kejadian itu benar-benar membuat Ken semakin tak tertarik mencari sosok pengganti Zamila yang tak tersaingi siapapun menurutnya.

Disela-sela pekerjaannya, Ken tetap memperhatikan si kecil cantik Aldrin. Ia sempatkan telepon bibi dirumah. Menginterogasi kepada bibi seputar kondisi Aldrin. Kebiasaan itu pun tak pernah luput dari sekian kesibukannya setiap hari. Usai menelepon bibi, ia bersiap-siap meeting dengan kliennya yang dari Bangkok.

"Eh, emm.. Pak, perlu notulen?" tawar Rika genit

"enggak usah, saya masih bisa kok jadi notulen, nanti tolong schedulling jadwal saya seminggu ke depan. Note nya saya email nanti dari sana. Thanks.."

"baik pak.." jawab Rika kecewa

---

"Ken, kamu dari mana saja honey? aku hubungi kamu nggak bisa terus, aku nggak suka deh kamu begitu" tiba-tiba Ellen mengejutkannya dibalik pintu rumahnya, sambil menggendong Aldrin nampak sekali Ellen ingin mencuri perhatian Ken.

"Ada apa? Penting banget ?" ungkap Ken dingin

"Ken please, kamu nggak perlu segitunya dong menanggapi 'kejadian' dirumahku waktu itu, itu kan sudah 13 bulan yang lalu. Lagi pula, kamu kenapa jadi norak dan kampungan begini sih? waktu di Moskow kita juga sering tinggal bareng kalau aku lagi bosen di flat. Aku juga mau sampein satu bisnis baru buat kita, kemarin aku sempat meeting sama klienku dari Brunei"

"ooh.. Oke!"

"oh come oon Ken, i dont want to look at your sucks face!" jawab Ellen sedikit bernada tinggi, nampaknya bad mood nya mulai terpancing.

"gimana itu sama si Brunei ? udah cepet aja deh kalau mau ngomongin bisnis. Aku capai, mau main juga sama Aldrin." jawab Ken ketus

Tak terasa malam menghinggapi, Ken berencana di weekend besok ia dapat menghabiskan waktu dengan Aldrin sepuasnya. Kali ini, ia berencana mengajaknya ke makam Zamila, kemudian setelah itu ia akan mengajak putri kecilnya kemana pun tempat-tempat indah. Hanya ia, Aldrin dan juga si bibi.

"kamu nggak pulang Len? aku capai nih, mau tidur.. ngantuk banget, hhoooaammm!"

"aku mau nginep, boleh kan?" rayu Ellen menggelayut manja pada Ken, namun Ken hanya menjawab

"terserah kamu, aku nggak ngelarang. Mau tidur diruang tamu, diluar, dikamar tamu atau sama bibi silakan. Aku ngantuk banget, night.." Ken menyelonong masuk ke kamarnya serta merta menguncinya. Apalah daya Ellen, ia pulang. Karena sesungguhnya ia hanya ingin tidur bersama Ken.

Angin disore itu benar-benar melenakan Ken dan Aldrin, ia merasa hidupnya terkadang sudah cukup dengan yang ada. Tanpa pengganti Zamila, namun ia sadar bahwa cepat atau lambat, Aldrin akan merindukan sosok ibu. Ibu yang layak untuknya,, ungkapnya dalam hati.

Saat asyik bermain dengan Aldrin dihamparan rerumputan yang begitu luas, Ken berniat membelikan es krim buat si cantik tercinta. Begitu semangat ia berlari menghampiri tukang es krim, hingga ia kehilangan keseimbangan dirinya, kemudian hampir jatuh dan membuat si tukang es krim menumpahkan es krim itu ke baju salah seorang wanita yang kira-kira usianya 30-an. Moleknya wanita itu membuat Ken nampak berdebar, wanita itu sangat anggun dengan gamis kelabunya. Namun Ken tersadar, apa yang ia rasakan itu adalah salah. Bagaimana jika aku diperhatikan suaminya dari kejauhan, astaga aku membuat gaunnya kotor! Bisiknya dalam hati.

"Duuh, maaf loh mbak saya nggak sengaja.. Waduh bagaimana ya, gaun mbak jadi kotor pula! Stupid am i!" cerca Ken yang tak memaafkan dirinya.

"sudah mas, nggak apa-apa. Saya bisa bersihkan di toilet kok." sebelum wanita itu berlalu dengan cepat, Ken tak sanggup melepaskanya, celaka! ada apa aku ini.. kenapa aku harus menahannya seperti ini, bagaimana jika seandainya aku ditebas oleh suaminya, namun apa gerangan yang memaksa diri ini.

"maaf ya mbak, sekali lagi saya mohon maaf.. Suami dan anak-anak mbak mana? biar saya gantikan saja es krim untuk anak mbak ya..?"

"oh tidak perlu mas, lagi pula ini es krim untuk keponakan saya. Saya juga belum bersuami, mohon doanya saja."

"maaf mbak, boleh saya tahu mbak siapa? mungkin saya bisa ajak berbisnis dilain waktu?" jurus dan trik memikat hati Ken entah mengapa muncul, setelah sekian lama ia tidak melakukan hal itu dengan Zamila.

"Saya Luthfina.. Saya bersihkan baju saya dulu ya mas, ini kartu nama saya. Saya psikolog, saya tidak tahu bisa diajak berbisnis dari segi mana.." dengan senyuman yang amat menggentarkan Ken, ia tersadar dari lamunannya tatkala bibi meneriakinya.

---

Seiring berjalan waktu, hari-harinya semakin di hantui oleh keberadaan Ellen. Ellen meminta Ken untuk menikahinya, namun hal tersebut adalah mustahil bagi Ken.

"Apalagi yang kurang dariku Ken? dalam hubungan bisnis pun kita sudah sangat solid. Jika kita bergabung dalam ikatan cinta resmi, perusahaan kamu dan kita akan semakin maju pesat. Sadarkah kamu Ken ?"

"Iya sih, tapi.. Aku nggak mau nikah sama kamu Len gimana dong ya?"

Ellen hanya tenggelam dalam tangisnya, namun hal itu tak melunakkan hati Ken. Pasalnya, keesokan harinya Ellen sudah bisa kembali bercumbu dimall pusat kota ketika Ken sedang kopi darat dengan kliennya. Ken hanya mampu mendesah lelah, melihat kelakuan Ellen. Dan juga sebagian besar teman-teman wanitanya, dan yang pernah dekat dengannya.

Di heningnya malam itu, Ken tak kuasa menahan air matanya. Ia sangat merindukan Zamila, wanita yang selalu ada dalam jiwanya. Ia bertekad untuk mencarikan ibu yang baik untuk Aldrin. Tiba-tiba bisikkan itu, ya bisikkan itu benar-benar meresahkan Ken, hingga ia merasa ia harus menghubungi Luthfi secepatnya, wanita yang ia temukan ditaman beberapa bulan yang lalu. Dengan ragu, ia paksakan dirinya menekan tombol ponsel genggamnya.

"Halo Luthfina..?"

"Assalamualaikum, maaf siapa ini?"

"aku Ken, ingat kejadian es krim?"

"Oh ya, masyaAllah.. Waalaikumsalam, apa kabar mas?"

"al..alham..du..lillah, aku baik. Tapi saya butuh teman ngobrol sebetulnya, apa kamu bisa? maaf ya kalau aku lancang" ungkapan alhamdulillah yang tak pernah lagi keluar dari bibirnya, kini ia ucapkan lagi dengan terbata.

"maaf mas, tapi.."

"sebentar saja Fi, aku janji setelah itu aku nggak akan ganggu kamu lagi. Aku cuma lagi bimbang, butuh masukkan dari orang-orang yang netral"

"emm,, tapi saya harus izin dulu dengan calon suami saya mas.." ungkap Luthfi penuh kehati-hatian, dan hal tersebut sangat membuat Ken terpukul. Artinya, ia tidak bisa berharap lebih pada Luthfi.

"oke, kita ketemu di central park ya.."

"InsyaAllah mas.. Assalamualaikum"

"wa..walaikumsalam"

---

Undangan sudah ditangan, beberapa minggu lagi Luthfi wanita impiannya yang ia harapkan untuk menggantikan Zamila akan menikah dengan calon suaminya. Entah kenapa perasaan Ken begitu terpukul, ia sempat frustrasi dan mencari pelarian berupa kesenangan bersama Ellen. Ellen yang tak mengerti tentu saja sangat bahagia dan terbuka menanggapi sikap Ken, tanpa kepekaannya sebagai wanita apa yang terjadi dengan pria terdekatnya itu. Namun diambang ke putus asaan Ken, Hellen nyaris ingin diresmikan sebagai istri oleh Ken. Namun, Ken masih mencari cara yang terbaik untuk dirinya.

Diakhir pertemuannya yang terakhir dengan Luthfi, ia tak menyangka akan mendapatkan kabar yang sangat tak terduga.

"lelaki itu meninggalkanku tanpa sebuah kejelasan mas.. Saya tak mengerti apa yang dipikirkan pria itu, padahal pernikahan kami tinggal hitungan hari"

"Aku ikut prihatin Fi, tapi kamu jangan khawatir. Kamu pasti akan mendapatkan yang lebih baik darinya." dalam hati Ken, ingin sekali ia lantas meminang Luthfi secepat yang ia mampu. Tapi, ia tidak mungkin menambah beban pikiran Luthfi secepat itu, lagi pula Ken tetap bersikeras dengan jati dirinya yang tahu bahwa ia tak mau menikahkan Luthfi dengan situasi hatinya yang belum menentu itu, salah-salah hanya pelarian saja. Begitu cemasnya.

"Terima kasih mas, sudahlah memang Allah belum mengizinkan. Mas sendiri bagaimana? Bagaimana kabar Aldrin? dia pasti secantik ibunya" kalimat itu membuat air mata Ken mengaburkan pandangan kedua matanya.

"Aku ingin menikah lagi untuknya Fi, aku ingin menikah lagi untuk kebahagiaan anakku. Tapi, apa aku harus menikah saja dengan Ellen? aku tidak mencintainya Fi, dia hanya tempat pelarianku saja ketika jiwa ini hampa, kosong, dan segala kesesatan pikiranku. Aku tak tau harus bagaimana menanggapi dilema ini Fi" terdiam dalam lamunannya

"Sholat mas, mas muslim kan? atau nasrani? kalau begitu mas berdoalah ke gereja secepatnya"

"aku pernah muslim ketika Zamila masih ada, namun kebodohanku ini lantas membuatku terpuruk dan menjatuhkanku menjadi sosok yang tak ingin mendekat pada Tuhan."

"Jelas mas, jelas jiwa mas kosong dan hampa. Apa mas tidak menyadarinya? Maaf, memang agak sulit berpikir dengan hati ketika kita dikelilingi berbagai nikmat dunia.."

"maksudmu Fi ?"

"Ya mas, mas sukses secara materi, wanita manapun bisa mas dapatkan. Tapi mas akan selalu merasa hampa, karena ruhani mas tak terisi. Saranku carilah istri yang sholiha mas. Mas mau Aldrin tumbuh menjadi wanita yang berkualitas kan lahir dan batin ?"

"..." terdiam dalam lamunannya Ken tak kuasa untuk menahan hasratnya untuk berkata,

"aku ingin kamu yang jadi istriku Fi, sungguh.. dan aku tidak mengada-ada. Maukah kamu"

Luthfi hanya tersenyum menyeringai, lalu ia menjawab

"tidak secepat itu mas, aku mengerti kegundahanmu.. Namun, banyak hal yang perlu mas juga tahu dalam hidupku. Aku tidak ingin kita terlibat dalam emosi sesaat, yang akhirnya menyesatkan kita. Pikirkanlah masak-masak mas. Mas boleh main kerumahku dan berbicara pada ayahku. Tapi selama itu, aku tidak akan menemuimu, Ayahku pemuka masjid, aku harap mas mau belajar banyak dan kembali ke jalanNYA. Sehingga aku mampu yakin bahwa aku memang layak untukmu dan juga Aldrin.."

Seusai pertemuan itu, aku berjuang demi cintaku yang hakiki yang jauh dari kepalsuan hidup yang telah menjajahku selama bertahun-tahun ini. Kumohon Luthfi yang terkasih, semoga janji ini mampu kuraih demi anakku dan demi Tuhanku yang selama ini hilang...

--NIK

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun