"Aku merindukanmu, sayang..."
Aku tersenyum tenang memandang Samahita yang mendayukan nada manja. Aku menarik dagunya. Seperti yang sebelumnya telah terjadi, kedua belah bibir antara milikku dan Samahita bertempur dengan sengit. Meliuk-liukkan lidah sembari kedua tangan kami saling memanjakan tubuh lawan.
Kami berakhir dengan pakaian yang tersampir di bebatuan, memberikan kepuasan satu sama lain. Meneriakkan nama lawannya dengan garang. Bahkan bunyi kecipak air ikut meramaikan setubuhanku dengan sati-satunya wanita yang kucintai dari kecil selain mendiang ibundaku.
------
Aku menghampiri Samahita di dalam sebuah ruangan yang selalu kami gunakan untuk sekedar berbincang atau melakukan cumbuan manis di sudut istana milik ayahandanya.
Aku menghentikan langkahku ketika melihat penampilannya yang cukup kuyu. Senyuman yang sedari tadi kutampung dan siap kupersembahkan padanya-pun menguap. Aku bertanya padanya apakah ia baik-baik saja, namun ia menjawab dengan senyuman dan berkata bahwa ia baik baik saja.
"Kenapa tiba-tiba?"
Aku tersenyum kepadanya. Kupeluk badannya yang terasa mungil dalam dekapanku.
"Kenapa? Bukankah kau menyukai kejutan?"
Samahita meremat bahuku dan merangkul leherku. Kemudian ia tenggerkan bibirnya yang basah menjelajahi leherku.
------