Mohon tunggu...
Ninda Ardhita
Ninda Ardhita Mohon Tunggu... Novelis - Pecinta Sastra

Penulis Fiksi, Tips, Fashion, Binatang, Kosmos, dan Sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Asmarandana Bhadrika Dharma

6 Desember 2023   09:25 Diperbarui: 6 Desember 2023   09:32 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bhadrika. Pinterest/deviantart

"Kalau begitu ikuti aku terus sampai kau dirumorkan kembali sebagai pria gila yang menyukai seorang pewaris tahta Kerajaan Dharma."

Delikan garang muncul dari wajah Tanwira. Aku hanya terkekeh mendapati delikan murka dari kalimat penghinaanku tadi. Kuhentakkan tali kekang agar kudaku berlari lebih kencang. Meninggalkan Tanwira dengan para prajurit pengikutku. Sebab mereka telah hafal aku ingin menuju ke arah mana.

------

Terdengar suara gemericik air di telingaku. Angin damai menyapa dengan dedaunan kecil yang beterbangan.

Aku turun dari kudaku dan mengikatnya pada sebuah pohon kokoh. Aku melihat para dayang yang telah berjejer menyapaku dengan menundukkan kepala mereka.

Aku melepaskan ikatan tali kepalaku. Kuhampiri seorang wanita dengan kain tipis yang tengah duduk tenang di bebatuan pinggir sungai. Ketika aku menceburkan kaki di air sungai yang tenang, wanita cantik itu menoleh ke arahku.

Aku menengok ke arah dimana tadi adanya para dayang. Mereka sudah tidak lagi berada di tempat. Entah mungkin mereka sedang bersembunyi di balik pepohonan atau mendekam di balik bebatuan besar.

"Kenapa kau tidak pernah bau, padahal kau dari melakukan perburuan? Bahkan aroma wangi apa ini yang dibalutkan pada tubuhmu?"

Aku tersenyum ketika kalimat panjang itu terlontar dari bibir lembab milik wanita ini. Aku mendekat dan berdiri di depannya. Kuberikan ikat kepalaku kepadanya seraya sedikit menundukkan badan hanya untuk melihat jelas wajahnya.

"Lelahku menghilang setelah melihatmu, Samahita."

Aku melihat semburat menyala dari pipinya yang mengembang. Senyuman manis ia lemparkan padaku. Pesona seorang Samahita Prameswari tidak pernah dapat kutolak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun