Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Melati untuk Gwen

17 Desember 2023   12:41 Diperbarui: 17 Desember 2023   12:54 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi by Canva

Kematian adalah misteri terbesar dalam hidup yang kita tidak pernah tahu kapan datangnya. Tugas kita adalah mempersiapkan diri sebaik mungkin agar lebih siap saat menghadap Sang Khalik. 

"Miss, Gwen pingsan di kelas!" teriakan Freya membuyarkan konsentrasi aku yang sedang mengetik.

"Sudah dibawa ke medical rooms?"Aku bertanya seraya memandang Freya yang terlihat kembang kempis napasnya.

"Sudah, Miss. Hanya saja hidungnya berdarah," jawab Freya sambil memeriksakan bekas darah di bajunya," nih, percikan darah dari hidung Gwen."

"Baik..., saya akan menelepon orang tua Gwen."

Mama Gwen adalah Mbak Clarissa, kakakku. Dia memiliki Gwen dengan penuh perjuangan. Ponakanku satu- satunya merupakan harapan Mbak Clarissa. Setelah delapan tahun pernikahannya, dia belum juga hamil. Berbagai upaya sudah dilakukan Mbak Clarissa dan Mas Bisma. Setelah mengikuti program bayi tabung, Gwen lahir. Namun sayang, Mas Bisma tidak dapat melihat puterinya. Dia tewas karena kecelakaan lalu lintas.

Sejak Gwen bayi, aku sering membantu Mbak Clarissa untuk mengurus Gwen. Aku menganggap Gwen bukan sekadar keponakan, tetapi aku anggap anakku sendiri.

Baca juga: Air Mata Darah

Aku mendatangi medical rooms. Aku melihat ada Suster Alesha sedang memeriksa Gwen yang terkulai lemas. Mata Gwen terpejam dan dari hidungnya ada bekas darah yang menetes.

"Bagaimana keadaan Gwen, Suster?" Aku memegangi tangan Gwen yang dingin.

Baca juga: Ultah Versus Jodoh

"Kita harus segera membawanya ke rumah sakit, Miss. Saya takut kondisinya semakin memburuk."

"Kita tunggu mamanya," ujarku seraya memegang nadi Gwen yang lemah.

Setelah Mbak Clarissa datang, kami membawanya ke rumah sakit. Sebagai guru sekaligus adik, aku punya tanggung jawab untuk menemaninya.

Gwen langsung ditangani oleh dokter dan dirujuk perawatannya di ruang ICU.

Dari kaca jendela, aku melihat tubuh Gwen dipenuhi selang di beberapa tempat. Mbak Clarissa tampak menahan tangisnya.

"Sabar, ya, Ca. Kita serahkan semuanya pada Tuhan."Aku menghibur Mbak Clarissa yang akhirnya pecah tangisnya.

Aku membiarkan dia menangis dalam dekapanku. Sejak kecil kami selalu berbagi kesedihan. Aku tahu betapa terpukulnya kakakku karena kondisi Gwen yang terus menurun.

"Menangislah, Ca. Mungkin dengan menangis, mampu mengurangi sedikit dukamu," ujarku sambil mengelus bahu Mbak Clarissa yang tampak menahan tangisnya. Dia hanya sesegukan dalam dekapanku.

Saat kami saling menguatkan, aku teringat percakapan kami dengan dokter setahun yang lalu.

"Gwen didiagnosis kena kanker hati stadium empat. Harapan hidupnya kurang lebih setahun," jelas Dokter Patrick tanpa tedeng aling- aling kepada Mbak Clarissa di ruangan dokter.

 Aku menyesal juga mendengar penjelasan dokter tanpa melihat kondisi Mbak Clarissa. Serta merta wajah Mbak Clarissa memucat. Bibirnya kelu dan tubuhnya gemetar. Tak lama tubuhnya terhuyung dan ambruk ke lantai. Aku tak sempat menangkapnya.

Sejak itu, Gwen harus bolak-balik ke dokter. Obat-obatan yang diminumnya belum tampak hasilnya. Tubuh Gwen semakin kurus karena dia sulit makan. Jika makan perutnya menolak dan akhirnya keluar lagi.

"Aunty, tubuhku seperti kerangka yang ada di lab IPA, ya?" tanya Gwen sambil menunjukkan tangannya yang hanya terbalut kulitnya yang putih.

Aku memandang Gwen dengan iba. Entah rasa apa yang ada di hatiku saat itu. Dia harus menanggung derita karena penyakitnya. Gwen selalu mengeluh mual, sakit di bagian perut sebelah kanan, mata tampak kuning, sering merasa kembung dan pusing. Kata Dokter Patrick itu memang menunjukkan gejala terkena kanker hati.

"Kamu harus mau makan agar tubuhmu berisi lagi." Aku menjawab seraya menahan tangis yang sebentar lagi akan meleleh.

 Aku tak ingin terlihat rapuh di hadapan Gwen. Aku harus menguatkan hati agar Gwen tidak tambah terpuruk. Harapanku Gwen segera sembuh meskipun menurut dokter sangat kecil kemungkinannya. Aku yakin tangan Tuhan akan membantu kesembuhan Gwen.

Kami melihat dokter Patrick keluar dari kamar ICU Gwen. Dia meminta kami untuk menemui di ruangannya.

"Gwen harus segera transplatasi hati agar kondisinya semakin membaik. Namun, mencari pedonornya cukup sulit," papar Dokter Patrick berhati-hati. 

Aku memandang Mbak Clarissa sambil berjaga-jaga agar dia tak pingsan lagi seperti setahun lalu.

"Berapa biaya yang harus kami siapkan, Dokter?" tanya Mbak Clarissa tampak tegar.

 Aku paham betapa berat semua ini buat Mbak Clarissa apalagi dia hanya single parent. Untungnya Mas Bisma memiliki asuransi jiwa yang baru dicairkan oleh Mbak Clarissa sehingga biaya operasi Gwen bisa terbantu.

"Silakan tanyakan hal itu kepada bagian administrasi. Saya kurang paham." Dokter Patrick berbicara seraya memandang Mbak Clarissa.

"Bagaimana dengan pendonornya, Dok? Jika kami menyiapkan biaya operasinya apakah pendonornya sudah pasti ada?" tanyaku meyakinkan.

"Pihak rumah sakit akan berusaha untuk mencari pendonor," jawab dokter singkat.

"Seandainya saja aku bisa menjadi pendonor..., aku tinggal mencari kekurangan dana buat operasinya," gumamnya lirih.

Aku tak bisa berkata apa-apa saat melihat Mbak Clarissa keluar dari ruangan dokter. Dia minta izin akan mencari pinjaman ke kantornya. Aku melihat guratan derita yang sangat dalam dari wajahnya. Aku tahu sangat berat untuknya menanggung beban ini seorang diri.

Aku kembali ke ruangan ICU. Gwen masih terbaring lemah. Seandainya saja aku bisa menggantikan posisinya, aku ikhlas. Aku menunggu Gwen dari balik kaca sambil bersandar di kursi tunggu. Tubuhku terasa letih karena semalaman menunggui Gwen.

"Aunty ... bangun! Lihat kita ada di hamparan labirin bunga. Semuanya berwarna putih. Suara Gwen membangunkan aku yang terlelap tadi.

"Gwen! Kamu sudah sadar. Alhamdulillah!" teriakku sambil memeluk Gwen.

"Lihat, Aunty! Indah sekali hamparan bunga melati di sini. Harumnya pun semerbak," ujar Gwen sambil menunjuk ke labirin p0hon bunga melati di hadapan mereka.

Aku memandang labirin pohon melati itu. Benar ... indah sekali. Saat melihat dari posisi kami berada, labirin itu seperti jalanan yang bersalju, semua tampak putih.Namun, mengapa taman itu hanya berisi bunga melati. Bukankah bunga melati itu identic buat suasana duka.

"Aunty! Ayo kejar aku!" teriak Gwen sambil berlari ke arah taman labirin  melati itu.

"Gwen! Tunggu! Gwen ... kemana Kau?" Aku memanggil-manggil gadis kecil itu. Larinya sangat cepat hingga aku tak dapat menemukannya. Aku mulai panik. Aku mencari jalan keluar dan berusaha menemukan Gwen. Aku berteriak-teriak keras agar didengar Gwen.

"Bu ... bangun. Ibu bermimpi ya," suara seorang perempuan. Aku terbangun dan melihat Suster Ina berdiri di hadapan.

"Oh ... maaf! Bagaimana kondisi Gwen?" Aku segera bangkit dan melihat Gwen di kamarnya. Gadis manis itu masih belum sadarkan diri. Lalu apa makna mimpiku tadi?

Aku kembali duduk. Aku masih tak paham apakah mimpi tadi memiliki makna buat kami atau hanya bunga tidur karena aku terlalu lelah. Aku melihat jam dinding di ruang suster.Sudah lima jam Mbak Clarissa meminta izin tadi. Sampai pukul tiga, dia tak tampak batang hidungnya.

"Mbak ... ditunggu di ruang kepala rumah sakit," ujar Suster Ina. Aku mengikutinya. Apa sebenarnya yang akan disampaikan oleh kepala rumah sakit ini? Biasanya konsultasi diberikan oleh Dokter Patrick saja.

Aku tiba di ruangan kepala rumah sakit yang cukup besar. Di sana ada Dokter Patrick, Suster Ina, kepala rumah sakit dan tiga orang polisi. Aku mulai menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi.

"Silakan, duduk, Bu" ujar kepala rumah sakit. Aku duduk di antara dokter Patrick dan ketiga polisi itu.

"Ada apa, ya,Pak? Ada masalah apa sehingga ada tiga orang polisi di sini? Apakah saya melakukan kesalahan?" Aku memberondong pertanyaan seraya memandangi polisi-polisi itu.

"Silakan, Bapak Adrian untuk menjelaskan semua," kata kepala rumah sakit.

"Begini, Bu. Telah terjadi peristiwa tabrak lari di jalan Sudirman. Saat kami tiba di lokasi, korban tidak tertolong lagi. Kami memeriksa telepon genggam korban, dan paling atas ada telepon Dokter Patrick. Saat kami mengonfirmasi kepada Dokter Patrick, beliau membenarkan bahwa korban adalah ibu dari salah satu pasien di sini ..." papar salah seorang polisi itu.

"Maksudnya korban adalah Clarissa, kakak saya, mamanya Gwen?" Aku panik dan mulai histeris. Kemudian aku tak ingat lagi apa yang terjadi semuanya gelap. Inilah firasat yang aku terima lewat mimpi itu.

Enam bulan setelah tewasnya Mbak Clarissa, aku mendorong kursi roda Gwen menuju ke pemakaman. Mbak Clarissa tewas saat akan kembali ke rumah sakit seraya ingin mengabarkan jika kantornya siap membantu kekurangan dana untuk  operasi Gwen. Namun, skenario Tuhan mengisahkan lain. Mbak Clarissa harus tewas dan meninggalkan hatinya untuk anak semata wayangnya, Gwen. Kini aku menyerahkan keranjang berisi melati kepada Gwen untuk ditaburkan di pusara mamanya. Aku memeluk Gwen dan berjanji untuk menjaganya sepanjang hidupku.

"Selamat jalan, Mbak. Tenanglah menuju keabadianmu."

Cibadak 17 Desember 2023

Bionarasi Penulis

Penulis adalah salah seorang guru di salah satu SMP N di Sukabumi. Penulis senang menulis genre fiksi seperti: puisi, cerpen, dan novel. Penulis masih belajar menulis dan menerbitkan dua buku solo berjudul: Kumpulan Cerpen"Di balik Asa Wanodya" dan novel"Serpihan Atma". Penulis juga menulis 26 buku antologi bersama teman- teman di berbagai komunitas penulis. Ig"nlistiati. fb:nina sulistiati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun