"Seandainya saja aku bisa menjadi pendonor..., aku tinggal mencari kekurangan dana buat operasinya," gumamnya lirih.
Aku tak bisa berkata apa-apa saat melihat Mbak Clarissa keluar dari ruangan dokter. Dia minta izin akan mencari pinjaman ke kantornya. Aku melihat guratan derita yang sangat dalam dari wajahnya. Aku tahu sangat berat untuknya menanggung beban ini seorang diri.
Aku kembali ke ruangan ICU. Gwen masih terbaring lemah. Seandainya saja aku bisa menggantikan posisinya, aku ikhlas. Aku menunggu Gwen dari balik kaca sambil bersandar di kursi tunggu. Tubuhku terasa letih karena semalaman menunggui Gwen.
"Aunty ... bangun! Lihat kita ada di hamparan labirin bunga. Semuanya berwarna putih. Suara Gwen membangunkan aku yang terlelap tadi.
"Gwen! Kamu sudah sadar. Alhamdulillah!" teriakku sambil memeluk Gwen.
"Lihat, Aunty! Indah sekali hamparan bunga melati di sini. Harumnya pun semerbak," ujar Gwen sambil menunjuk ke labirin p0hon bunga melati di hadapan mereka.
Aku memandang labirin pohon melati itu. Benar ... indah sekali. Saat melihat dari posisi kami berada, labirin itu seperti jalanan yang bersalju, semua tampak putih.Namun, mengapa taman itu hanya berisi bunga melati. Bukankah bunga melati itu identic buat suasana duka.
"Aunty! Ayo kejar aku!" teriak Gwen sambil berlari ke arah taman labirin  melati itu.
"Gwen! Tunggu! Gwen ... kemana Kau?" Aku memanggil-manggil gadis kecil itu. Larinya sangat cepat hingga aku tak dapat menemukannya. Aku mulai panik. Aku mencari jalan keluar dan berusaha menemukan Gwen. Aku berteriak-teriak keras agar didengar Gwen.
"Bu ... bangun. Ibu bermimpi ya," suara seorang perempuan. Aku terbangun dan melihat Suster Ina berdiri di hadapan.
"Oh ... maaf! Bagaimana kondisi Gwen?" Aku segera bangkit dan melihat Gwen di kamarnya. Gadis manis itu masih belum sadarkan diri. Lalu apa makna mimpiku tadi?