Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Melati untuk Gwen

17 Desember 2023   12:41 Diperbarui: 17 Desember 2023   12:54 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi by Canva

Aku kembali duduk. Aku masih tak paham apakah mimpi tadi memiliki makna buat kami atau hanya bunga tidur karena aku terlalu lelah. Aku melihat jam dinding di ruang suster.Sudah lima jam Mbak Clarissa meminta izin tadi. Sampai pukul tiga, dia tak tampak batang hidungnya.

"Mbak ... ditunggu di ruang kepala rumah sakit," ujar Suster Ina. Aku mengikutinya. Apa sebenarnya yang akan disampaikan oleh kepala rumah sakit ini? Biasanya konsultasi diberikan oleh Dokter Patrick saja.

Aku tiba di ruangan kepala rumah sakit yang cukup besar. Di sana ada Dokter Patrick, Suster Ina, kepala rumah sakit dan tiga orang polisi. Aku mulai menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi.

"Silakan, duduk, Bu" ujar kepala rumah sakit. Aku duduk di antara dokter Patrick dan ketiga polisi itu.

"Ada apa, ya,Pak? Ada masalah apa sehingga ada tiga orang polisi di sini? Apakah saya melakukan kesalahan?" Aku memberondong pertanyaan seraya memandangi polisi-polisi itu.

"Silakan, Bapak Adrian untuk menjelaskan semua," kata kepala rumah sakit.

"Begini, Bu. Telah terjadi peristiwa tabrak lari di jalan Sudirman. Saat kami tiba di lokasi, korban tidak tertolong lagi. Kami memeriksa telepon genggam korban, dan paling atas ada telepon Dokter Patrick. Saat kami mengonfirmasi kepada Dokter Patrick, beliau membenarkan bahwa korban adalah ibu dari salah satu pasien di sini ..." papar salah seorang polisi itu.

"Maksudnya korban adalah Clarissa, kakak saya, mamanya Gwen?" Aku panik dan mulai histeris. Kemudian aku tak ingat lagi apa yang terjadi semuanya gelap. Inilah firasat yang aku terima lewat mimpi itu.

Enam bulan setelah tewasnya Mbak Clarissa, aku mendorong kursi roda Gwen menuju ke pemakaman. Mbak Clarissa tewas saat akan kembali ke rumah sakit seraya ingin mengabarkan jika kantornya siap membantu kekurangan dana untuk  operasi Gwen. Namun, skenario Tuhan mengisahkan lain. Mbak Clarissa harus tewas dan meninggalkan hatinya untuk anak semata wayangnya, Gwen. Kini aku menyerahkan keranjang berisi melati kepada Gwen untuk ditaburkan di pusara mamanya. Aku memeluk Gwen dan berjanji untuk menjaganya sepanjang hidupku.

"Selamat jalan, Mbak. Tenanglah menuju keabadianmu."

Cibadak 17 Desember 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun