"Ibu menemukan uang itu, tetapi bukan di salah satu tas kalian. Ibu menemukan amplop bertuliskan nama Siska dan di dalamnya ada uang di pojok lemari belakang. Tadi kamu membersihkan lemari itu, 'kan Siska?" tanyaku kepada Siska.
"O, iya, Bu. Tadi uang itu aku simpan di kantong saku. Mungkin jatuh, ya?" ujar Siska senang, "Alhamdulillah, uangku ketemu lagi."
Kemudian kelas kembali tenang. Aku menyuruh anak-anak untuk melanjutkan pelajaran berikutnya. Aku tidak memberitahukan hal itu kepada siapa pun. Aku juga tidak memanggil Heru untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Keesokan harinya Heru menungguku di rumah. Saat itu aku baru pulang dari tempat bimbel. Heru datang sendiri. Aku tahu, Heru pasti akan membicarakan perbuatannya. Aku mengajaknya duduk di teras rumah.
"Ada apa, Ru?" tanyaku pura-pura tidak tahu apa tujuannya datang ke rumahku.
"Maafkan Heru, Bu. Heru bersalah karena sudah mengambil uang Siska," ujarnya sambil merebut tanganku dan menciumnya.
"Ibu sudah tahu, Ru." Aku tersenyum kepada Heru dan menyuruhnya duduk.
"Mengapa Ibu tidak memberitahukan kepada anak-anak bahwa saya yang mengambilnya?" tanya Heru sambil menundukkan kepala.
"Ibu tahu Heru tidak membutuhkan uang itu karena orang tua Heru sudah memberikan uang yang banyak untukmu. Ibu tahu ada sesuatu yang akan Heru sampaikan kepada orang tua Heru dengan sikap itu. Benar?" Aku memandang Heru yang sedang menundukkan kepala.
"Iya, Bu. Heru hanya ingin Mama dan Papa memberikan perhatian kepada Heru. Heru berharap pihak sekolah memanggil mereka dan memberitahukan kenakalan Heru," jelas Heru pelan.
"Ibu yakin kamu anak yang baik. Ibu sengaja tidak memberitahukan hal itu kepada teman-temanmu. Ibu tidak mau mempermalukanmu di hadapan mereka. Ibu berharap hal ini menjadi renungan buatmu. Banyak cara untuk mendapatkan perhatian dari orang tua dan teman-teman, misalnya dengan prestasi belajarmu." Aku menasihati Heru dan memberikan pemahaman kepadanya.