Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jejak Hati Sang Pencinta

13 Oktober 2022   08:57 Diperbarui: 13 Oktober 2022   09:01 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antologi Menapak Jejak Pengabdian. Sumber : Dok. Pri

"Alhamdulillah, Bu. Ada hal yang membuatku bisa seperti ini, yaitu kasih sayang dan perhatian Ibu saat mendidik saya. Ibu selalu menghadapi kenakalan saya dengan penuh kesabaran. Petuah Ibu menjadi suatu kekuatan buat saya."

Heru menjelaskan keadaan dirinya, "Ada satu hal yang membuat saya berpikir harus berubah. Ibu mungkin masih ingat?"

Aku mengernyitkan dahi untuk mengingat kejadian yang membuat Heru berubah drastis saat itu. Ya, ... aku ingat. Saat itu di kelas kami, Siska kehilangan uang sebesar seratus lima puluh ribu rupiah. Uang itu akan dipakai untuk membeli buku. Rohman, ketua kelas, memberitahukan tentang peristiwa itu. Aku segera menuju kelas.

Saat itu aku berdiri di depan kelas dan kupandangi anak-anak di kelas itu untuk melihat bahasa tubuh mereka. Namun, aku tak melihat keganjilan di wajah mereka atau gerak-gerik tubuh mereka yang mencurigakan. Kemudian aku berbicara tentang kejujuran. Aku berharap hati mereka terketuk dan si pelaku mau jujur kepadaku. Kelas hening.

"Geledah saja, Bu!" ujar Rohman kepadaku, "Biar ada efek jera bagi mereka yang mengambil uang orang lain."

"Okelah! Sekarang semua berdiri di samping bangku kalian. Kemudian balikkan tubuh kalian ke arah tembok belakang dan pejamkan mata kalian. Jangan berani membuka mata kalian sebelum Ibu suruh," perintahku tegas.

Semua berdiri dan membalikkan badan sesuai perintahku. Mata mereka terpejam. Dengan cepat aku membuka tas anak-anak dan memeriksa kolong meja mereka. Hampir setengah kelas aku geledah, aku masih belum menemukan uang itu. Memang jarang anak-anak membawa uang sebesar itu, kecuali untuk membeli buku. Jadi, jika ada yang membawa uang sebesar itu pasti patut dicurigai.

Tibalah aku menggeledah tas Heru dan kolong mejanya. Di kolong meja tak kutemukan uang itu, tetapi di dalam tas aku menemukan amplop bertuliskan nama Siska dan di dalamnya ada uang sebesar seratus lima puluh ribu rupiah. Kemudian aku juga menemukan dompet Heru yang di dalamnya ada uang sebesar satu juta rupiah, kartu ATM atas namanya, dan kartu kredit. Mungkin memang orang tuanya membekali uang untuk memenuhi kebutuhan Heru. Akan tetapi, untuk apa Heru mengambil uang Siska? Mengapa ia mencuri uang itu? Perasaanku saat itu dipenuhi keraguan.

Aku melanjutkan pencarian di tas anak-anak lain dan tak kutemukan apa pun di tas mereka.

"Ya, silakan buka mata kalian, dan duduk kembali ke kursi kalian masing-masing. Sejenak kelas gaduh. Mereka berbisik dan bertanya-tanya tentang hasil penggeledahanku.

"Bagaimana hasilnya, Bu. Apakah ditemukan uang Siska di salah satu tas kami?" Rohman bertanya penuh selidik. Semua anak di kelas itu pun menuntut jawabanku kecuali Heru yang berpura-pura menuliskan sesuatu di bukunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun