Tolongin Simbah, Nduk!
Â
Â
Panti Sosial Kasih Mulia - Blitar
Pukul 00.00 WIB
Â
Tubuh perempuan renta itu terbaring di ranjang. Ia terlihat tengah nyenyak tidur. Tepat jam berdetak menunjukan pergantian hari, sesuatu terjadi. Mata tua itu spontan terbuka lebar. Mulutnya menyeringai. Bola matanya bergerak liar ke sana kemari. Â
Seiring bunyi tiang listrik yang dipukul oleh tukang ronda malam sebanyak 12 kali, perempuan renta itu memulai aksinya. Â
Ia duduk di ranjang. Matanya memandang jelalatan. Rambut putih mirip senar yang siang tadi digelung di belakang itu kini terurai. Perempuan itu menggaruk-garuk kepalanya. Rambut senarnya makin terlihat awut-awutan. Â Mulut perempuan itu bergerak-gerak mirip monyet. Â
Perempuan itu menarik selimutnya. Sesaat kemudian ia berdiri di ranjangnya. Selimut yang ia pakai melorot jatuh ke lantai.
Usai yang dikenakannya lepas, perempuan bertubuh ringkih itu menyambar cangkir lurik di meja kecil yang ada di sebelah ranjangnya. Detik berikutnya ia melompat ke ranjang yang ada di sebelahnya. Tubuhnya tampak ringan saat melompat. Gerakannya pun cepat.
Perempuan berambut senar itu menggunakan cangkir lurik itu untuk memukuli perempuan yang tertidur di ranjang itu. Pekik kesakitan terdengar. Perempuan renta itu kembali melompat ke ranjang lainnya. Kembali tangannya yang memegang cangkir lurik menghajar perempuan yang tertidur pulas di ranjang itu. Begitu terus hingga semua yang tertidur terbangun dengan jerit kesakitan.
Â
Kebayoran Lama - Jakarta
Pukul 00.15 WIB
Â
"Tam....Tami!...tolongin mbah wedhok, Nduk," teriak seseorang.
Utami segera meletakan mainannya. Ia menghampiri suara yang memanggilnya. Itu suara neneknya, Mbah Mukiyati. Ibu dari ibunya. Biasanya ia memanggil neneknya itu dengan sebutan Mbah Dhok singkatan dari Mbah Wedhok. Sedangkan untuk kakeknya, Utami memanggilnya dengan sebutan Mbah Nang singkatan dari Mbah Lanang. Â
Utami berjalan ke halaman depan rumah. Terlihat neneknya itu memegang sapu lidi usai menyapu halaman. Adiknya Mbah Dhok, Mbah Sarini, berdiri di sebelah Mbah Dhok. Ia menghampiri mereka.
"Kuwi simbah tulung jupukno jambu kuwi, Nduk," [Tolong simbah ambilkan jambu itu, Nduk]
Neneknya berkata seperti itu seraya menunjuk pohon jambu air yang sedang berbuah lebat di atasnya. Utami menatap buah jambu itu. Senyum sumringah mengembang di bibirnya. Buah jambu air di atasnya itu begitu ranum dan lebat. Tapi detik berikutnya senyum sumringah sirna, wajahnya terlihat bingung.Â