Mohon tunggu...
Niken AproditaRamadhanti
Niken AproditaRamadhanti Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar atau Siswa

Hoby : menulis, mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jembatan Harapan Bu Maya

25 November 2024   07:43 Diperbarui: 25 November 2024   08:49 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebagian kembali ke desa untuk meneruskan semangat yang telah ditanam Bu Maya. Mereka menjadi guru, petani modern, atau bahkan penggerak komunitas yang fokus pada pelestarian lingkungan.Bu Maya, yang kini telah menua, sering duduk di bawah pohon mangga besar di halaman sekolah, ditemani anak-anak yang selalu bertanya "Bu Guru." Ia melihat tersenyum pohon-pohon rindang yang dulu ia tanam bersama murid-muridnya. Setiap daun yang bergoyang, setiap angin yang mengisyaratkan lembut, seolah membawa pesan bahwa perjuangan dan kasih sayang tidak sia-sia.

Pada suatu hari, Rina, yang kini telah menjadi seorang insinyur lingkungan, datang mengunjungi Bu Maya. Ia duduk di samping gurunya sambil memandang desa yang kini hijau dan asri. "Bu Maya," katanya, "dulu Ibu bilang bahwa kita adalah penjaga bumi. Kini saya sadar, penjaga bumi itu mulai menyampaikan cinta dan kepedulian yang Ibu tanamkan kepada kami. Terima kasih untuk segalanya."

Bu Maya hanya tersenyum, matanya berkaca-kaca. "Kalianlah yang mewujudkannya, Nak. Saya hanya menanam benih, dan kalian yang menumbuhkannya."Langit sore itu berwarna oranye keemasan, seolah alam sedang berterima kasih kepada sosok sederhana yang telah mengubah dunia kecilnya menjadi inspirasi bagi banyak orang. Hujan yang dulu dianggap beban kini menjadi berkah, karena dari setiap tetesnya, lahirlah harapan baru yang abadi.

Rina memandang ke kejauhan, mengingat kembali masa kecilnya di desa itu. Dulu, desa mereka sering dilanda banjir, tanah longsor, dan kekeringan yang berkepanjangan. Penduduknya hidup pasrah pada keadaan, seolah lupa bahwa mereka punya kekuatan untuk mengubah nasib. Tapi Bu Maya, guru kecil dengan senyum yang tak pernah luntur, selalu berkata, "Bumi ini rumah kita, dan rumah harus dijaga dengan cinta."

Rina masih ingat, bagaimana Bu Maya mengajak mereka menanam pohon di sepanjang tepi sungai. "Pohon-pohon ini akan menjadi penjaga desa kita," kata "Bu Maya," Rina kembali membuka suara, "bukan hanya saya, tapi seluruh warga desa ini berubah karena Ibu. Saya bahkan mendengar cerita dari teman-teman yang tinggal di kota, mereka terinspirasi oleh program lingkungan yang Ibu gagas di sini."

Bu Maya menggeleng pelan sambil menatap Rina dengan penuh kasih sayang. "Bukan Ibu, Nak. Itu kalian. Kalian yang membawa perubahan. Kalau Ibu hanya berbicara tanpa tindakan, apa artinya? Kalianlah yang mewujudkan mimpi kita bersama. Setiap pohon yang tumbuh, setiap aliran sungai yang jernih, adalah bukti cinta kalian di desa ini."

Sore itu, suara kicau burung mengiringi percakapan mereka. Beberapa warga desa tampak sedang berkumpul di balai desa, membahas program penghijauan berikutnya. Anak-anak kecil berlarian dengan senyuman lebar, memetik buah dari pohon-pohon yang dulu mereka tanam bersama Bu Maya. Desa yang dulunya penuh keterbatasan kini menjadi contoh desa berkelanjutan. 

Rina," suara Bu Maya memecah lamunan, "Ibu hanya punya satu permintaan. Jangan pernah berhenti mencintai bumi ini. Sebab cinta itu seperti benih. Jika ditanam dan dirawat, ia akan tumbuh menjadi pohon yang rindang dan kokoh, melindungi banyak kehidupan di bawahnya."

Rina tersenyum, matanya juga berkaca-kaca seperti gurunya. Ia tahu, kata-kata Bu Maya bukan sekadar pesan, tapi warisan yang harus ia jaga. "Ibu tenang saja. Cinta yang Ibu tanamkan di hati kami akan terus tumbuh, bahkan hingga generasi yang belum lahir."

Langit yang oranye keemasan perlahan berubah menjadi gelap, namun bintang-bintang mulai bermunculan satu demi satu, seperti simbol harapan yang tak pernah padam. Di bawah langit itu, Rina dan Bu Maya berbincang hingga malam, menyusun mimpi-mimpi baru untuk desa yang mereka cintai, sambil terus berpegang pada keyakinan bahwa bumi adalah anugerah yang harus dijaga dengan sepenuh hati.

Ketika angin malam mulai meniupkan lembut, suara gemericik air dari sungai yang kini jernih menjadi pengiring percakapan mereka. Rina menceritakan rencananya untuk memperluas program pelestarian lingkungan ke desa-desa tetangga. "Bu Maya, saya ingin desa kita menjadi teladan, bahwa dengan kerja sama dan cinta di alam, desa-desa lain pun bisa hidup harmonis dengan lingkungan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun