Mohon tunggu...
Niken AproditaRamadhanti
Niken AproditaRamadhanti Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar atau Siswa

Hoby : menulis, mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jembatan Harapan Bu Maya

25 November 2024   07:43 Diperbarui: 25 November 2024   08:49 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aktivitas itu berlangsung dengan penuh semangat, menyatukan semua elemen masyarakat desa dalam satu tujuan menjaga lingkungan mereka tetap lestari. Pohon-pohon yang ditanam di halaman sekolah mulai mengubah suasana menjadi lebih hijau dan asri. Anak-anak dengan bangga menyiram pohon-pohon itu setiap hari, seolah mereka sedang merawat bagian dari mimpi mereka sendiri.

Setiap tetes air yang mereka tuangkan ke tanah menjadi simbol harapan untuk masa depan yang lebih baik.Bu Maya, yang melihat perkembangan ini, merasa hatinya dipenuhi kebahagiaan. Ia tahu, apa yang mereka lakukan hari ini mungkin terlihat kecil, tetapi dampaknya akan sangat besar. Ia menyadari bahwa mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada anak-anak ini sama pentingnya dengan mengajarkan membaca dan menulis. "Mereka bukan hanya murid-murid saya," pikir Bu Maya, "mereka adalah penjaga masa depan, penjaga bumi kita."

Suatu hari, setelah kegiatan selesai, Bu Maya berdiri di bawah sebuah pohon mangga yang baru ditanam, dikelilingi oleh anak-anak yang tertawa riang. Ia memandang mereka dengan penuh kasih sayang, merasa bangga atas inisiatif dan kerja keras mereka. "Anak-anak, apa yang kita lakukan hari ini bukan hanya untuk kita. Ini adalah warisan untuk anak cucu kita," katanya dengan suara lembut, namun tegas.

Seorang anak bernama Tono, yang biasanya pendiam, tiba-tiba mengangkat tangannya. "Bu, kalau kita terus menanam pohon dan menjaga lingkungan, apakah kita bisa membuat desa kita bebas dari banjir?" tanyanya polos.Bu Maya tersenyum, lalu berlutut agar bisa berbicara langsung dengan Tono. "Tono, banjir mungkin tidak bisa kita hilangkan sepenuhnya, tapi dengan menjaga lingkungan, kita bisa mengurangi risikonya. Setiap pohon yang kita tanam membantu menyerap air hujan, dan setiap sampah yang kita buang pada tempatnya membantu menjaga aliran air tetap lancar. 

Yang terpenting adalah kita harus selalu menjaga keseimbangan antara manusia dan alam."Anak-anak lainnya mengangguk setuju. Mereka merasa semakin termotivasi untuk terus melakukan hal-hal kecil yang berdampak besar. Salah satu anak perempuan bernama Rina kemudian berkata, "Bu Maya, aku ingin jadi orang yang bisa menanam pohon di mana-mana ketika besar nanti. Aku ingin desa kita menjadi desa yang paling hijau." Perkataan itu disambut sorak-sorai dari teman-temannya. 

Semangat itu terus berlanjut. Dalam beberapa minggu, sekolah kecil itu berubah menjadi pusat kegiatan lingkungan. Warga desa yang awalnya hanya menonton dari kejauhan kini mulai ikut berpartisipasi. Beberapa di antaranya bahkan menyumbangkan bibit pohon dan alat-alat kebersihan.

Kepala desa, yang mendengar kabar tentang perubahan ini, datang ke sekolah dan memberikan pidato singkat."Apa yang telah dimulai oleh Bu Maya dan anak-anak ini adalah inspirasi bagi kita semua. Kita harus mendukung mereka, karena apa yang mereka lakukan bukan hanya untuk mereka, tapi untuk kita semua."Dukungan itu membawa hasil nyata. 

Sungai yang sebelumnya dipenuhi sampah kini mengalir jernih. Pohon-pohon kecil yang ditanam mulai tumbuh, memberikan bayangan sejuk di halaman sekolah. Poster-poster edukatif yang dibuat oleh anak-anak terpajang di berbagai sudut desa, mengingatkan semua orang untuk menjaga kebersihan dan merawat alam.

Namun, perjuangan belum berhenti. Bu Maya tahu bahwa menjaga semangat ini tetap hidup adalah tantangan berikutnya. Ia kemudian mengusulkan ide baru membuat "Hari Peduli Alam" setiap bulan, di mana semua warga desa, termasuk anak-anak, berkumpul untuk melakukan berbagai kegiatan lingkungan, seperti menanam pohon, membersihkan sungai, dan mengadakan diskusi tentang pelestarian alam.

Hari pertama kegiatan itu diadakan, desa kecil itu dipenuhi dengan keceriaan. Anak-anak, orang tua, dan guru-guru bekerja bersama. Ada yang mencangkul, menanam, mengecat poster baru, dan bahkan bermain sambil membersihkan area sekitar. Suara tertawa dan teriakan semangat memenuhi udara.Di tengah kegiatan, Bu Maya berdiri di tepi sungai, memandang desanya dengan mata berbinar. Ia merasa bangga dan bersyukur, karena inisiatif kecil yang dimulai di ruang kelas sederhana telah tumbuh menjadi gerakan besar yang melibatkan seluruh desa. 

Ia tahu, perjalanan ini masih panjang, tetapi melihat semangat anak-anak dan warga desa, ia yakin bahwa perubahan besar sudah dimulai.Hari semakin sore, dan hujan yang semula deras mulai mereda. Langit yang sebelumnya kelabu perlahan menampakkan warna biru yang lembut, seolah ikut merayakan semangat baru yang hadir di desa itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun