Allah berfirman, "Lemparkanlah ia, wahai Musa!" Lalu (Musa) melemparkan tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.
Dia (Allah) berfirman, "Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula, Dan kepitkanlah tanganmu keketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih (bercahaya) tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain, untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar".
Aku menangkap isyarat bahwa gurunya memantapkan hatiku untuk segera merestui jam'iyah yang telah dipersiapkanoleh Kiai Wahab Hasbullah dan ulama-ulama lainnya. Langkah demi langkah dilakukan dengan sangat hati-hati karena tidak ingin terjebak dalam nafsu kekuasaan belaka, namun belum juga terwujud.
Setahun kemudian Kiai Kholil mengutus As'ad sowan lagi ke Tebuireng untuk menyerahkan tasbih dengan diikuti bacaan salah satu Asmaul Husna, yaitu Ya Jabbar Ya Qohha sebanyak tiga kali. Setahun kemudian, pada tanggal 31 Desember 1926 di Surabaya berkumpul para ulama se-Jawa-Madura. Mereka bermusyawarah dan sepakat mendirikan organisasi Islam Jami'yyah Nahdlatul Ulama di Indonesia.
Sebenarnya aku bersama beberapa kiai jawa datang ke Bangkalan untuk memohon restu Kiai Kholil akan diresmikannya NU. Namun saat itu kesehatan Kiai Kholil sedang tidak baik dan tidak bisa menemui meski sudah tahu akan kedatangan rombongan KH Hasyim Asy'ari. Kiai Kholil hanya menitip pesan melalui Kiai Muhammad Thoha (menantunya, Pesantren Jangkibuan) jika telah memberi restu atas peresmian NU.
_ _ _
Jihad melawan Penjajah
Semangat dakwah antikolonialisme sudah melekat pada diriku sejak belajar di Makkah, ketika jatuhnya dinasti Ottoman di Turki. Menurut Muhammad Asad Syihab (1994), aku pernah mengumpulkan kawan-kawanku, lalu berdoa di depan Multazam, berjanji menegakkan panji-panji keislaman dan melawan berbagai bentuk penjajahan.
Semangat itu aku bawa tatkala kembali ke Indonesia dan dia tularkan kepada anaknya, Wahid Hasyim. Kelak, Wahid Hasyim dipercaya menjabat sebagai Menteri Agama pertama pada era Presiden Soekarno.
"Anakku sebarkan semangat dan ilmu ilmu yang ayah ajarkan untuk membangun dan memmimpin negeri ini dengan jalan ridho Allah SWT." Ucap Hasyim kepada anaknya.
"Baik ayah aku akan melanjutkan perjuanganmu demi agama, bangsa, dan negara ini." Jawab anaknya.