Damar mengangguk sungguh-sungguh meski tidak mungkin Rita melihatnya, "Iya, Ta, aku akan hati-hati. Mmm.. sebaiknya kamu tidak perlu menungguku, Ta. Kamu tidur duluan saja."
"Mas..."
"Apa?"
"Aku..."
Damar menanti kelanjutan kalimat Rita, tapi hanya ucapan "selamat malam"
yang terdengar di telinga.
Tidak sampai satu jam kemudian Rita mendengar suaminya tiba di rumah. Rita enggan beranjak dari tempat tidur. Dalam gelap, Damar mengendap-endap masuk ke dalam kamar.
Rita jadi serba salah antara berpura-pura tidur atau menyambutnya. Hingga ia tak tahan lagi saat suaminya telah berbaring di sampingnya.
"Mas...," suara lembut itu mampu mengejutkan Damar.
"Rita? Kamu belum tidur?" Damar hanya bisa memandang wajah istrinya samar-samar dalam gelap. Berlahan Damar memeluknya. "Ma-maaf, Ta, aku... aku membuatmu menunggu."
Tanpa sepengetahuan Damar, tetes demi tetes butiran bening keluar dari sudut mata Rita. Damar hanya tahu Rita pernah mengunjunginya sekali di studio. Sesungguhnya Rita sering ke sana. Sering memandang suaminya akrab dengan Naya. Sering mendapati cara memandang suaminya terhadap Naya yang lama-kelamaan berubah seperti saat Damar memandang dirinya dulu.