Pernah Rita mampir ke studio saat jam kantor istirahat, di sana terdapat pula kesibukan seperti halnya di kantor. Hanya saja yang mereka tangani adalah segala jenis instrumen musik. Damar nampak duduk di sana diantara deretan pemain musik lain yang sibuk memainkan alat musik mereka. Ada satu orang yang tampaknya memimpin latihan yang berdiri di depan mereka sembari memberi komando dengan gerakan tangannya.
Hampir lima belas menit Rita berdiri memperhatikan mereka latihan, tapi Damar sepertinya tidak menyadari kehadirannya.
Damar baru menyadari setelah pimpinan mereka memberi aba-aba untuk istirahat. Tetapi sebelum Damar menghampiri, ia telah disapa lebih dulu oleh seseorang yang duduk satu deret dengannya. Siapa orang itu Rita belum tahu sampai Damar mengenalkannya.
"Ini Naya. Dia yang mengajakku ikut konser ini," ucap Damar sembari memberi kesempatan pada istrinya untuk bersalama. Rita terlihat biasa saja menyambut uluran tangan Naya, namun kedua matanya menyelidik tajam perempuan di depannya itu.
Naya nampaknya perempuan biasa. Bukan tipe perempuan genit atau perebut suami orang. Dan Rita pun tidak menangkap sinar mencurigakan dari mata Damar.
"Selama ini Naya-lah yang mengajak aku bermain musik di kafe dan tempat lain," tambah Damar. Rita hanya bisa menanggapi dengan senyum dan anggukan.
"Ah, aku sedikit membantu saja, Mbak. Kebetulan ayahku memang membutuhkan pemain biola seperti mas Damar ini."
Ayahku? Oh, berarti yang memiliki grup musik ini adalah ayahnya, pikir Rita sembari mengangguk-angguk. Dan seperti tidak mau mengganggu akhirnya Naya pamit permisi meninggalkan mereka.
"Dia manis, ya," Rita berkomentar. Dan raut wajah Damar berubah curiga dengan maksud ucapan isterinya.
"Aku dengan dia nggak ada hubungan cinta, Rita."
Rita menatap mata Damar lekat. Tidak ditemukan kebohongan di sana. Rita tersenyum. "Jangan panik begitu," ucapnya sembari menepuk lembut pipi suaminya.