Mesikpun demikian, Rita masih bisa menerima Damar apa adanya sampai mereka dihadapkan pada sebuah permintaan dari kedua orang tua mereka.
"Kalian sudah pacaran lebih dari dua tahun, kenapa kalian belum berniat untuk menikah? Damar kan sekarang sudah kerja, dan kamu sudah lulus kuliah. Apa lagi yang kalian tunggu?" Pertanyaan seperti itu yang kerap kali disodorkan ibu Rita saat Damar bertandang ke rumah Rita dimalam minggu.
Dan nada serupa pun dikumandangkan orang tua Damar setiap kali ada kesempatan. Lama-kelamaan kalimat itu bukan lagi basa-basi, canda, sekedar menggoda, atau bujukan, tapi sudah menjadi desakan hingga perintah.
"Mas Damar, apa yang harus kita lakukan?"
Damar masih diam membisu. Semangkuk bakso hanya ia main-mainkan dengan sendok di tangannya.
Rita menghela nafas resah melihat laki-laki di sebelahnya tidak juga berkomentar. "Mas Damar, aku tidak tahan lagi didesak bapak-ibu."
Damar memasukkan bakso ke dalam mulut, dan mengunyahnya dengan penuh tenaga. Sebutir bakso itu menjadi korban pelampiasan kekesalannya.
"Ini masalah serius, Mas."
"Aku tahu ini masalah serius."
"Lalu...?" Rita menanti jawaban Damar dengan penasaran.
"Kamu kan tahu bagaimana keadaanku sekarang. Keadaan kita. Aku masih harus--."