Kita patut mengapresiasi keputusan Gubernur DKI Jakarta untuk memperpanjang PSBB hingga akhir Juni sebagai  keputusan yang tepat, meski pemerintah pusat tidak menetapkan DKI Jakarta sebagai wilayah ujicoba.
Kita ketahui bahwa tren penularan kasus Covid-19 di Jakarta menurun (di bawah 1 atau 0,9), namun Gubernur DKI tetap membangun kewaspadaan dan menyikapi masa transisi ini dengan cermat dan penuh kehati-hatian.  Sejumlah aturan  diberlakukan sebagai panduan pelaku usaha dan masyarakat menyikapi kenormalan baru.
Aturan masa transisi di DKI antara lain: hanya warga yang sehat yang boleh bepergian; semua tempat dan semua kegiatan hanya boleh diisi setengah dari kapasitas; Untuk kegiatan tertentu, usia lanjut, anak-anak dan ibu hamil dilarang hadir; selalu gunakan masker jika di luar rumah dan ada denda 250.000 jika dilanggar; tetap jaga jarak aman (min 1 meter); cuci tangan dengan sabun; dan menerapkan etika batuk/bersin. Ditetapkan juga bahwa masa transisi mulai 5 Juni sampai dengan selesai; Â jika kondisi stabil maka PSBB transisi akan selesai di akhir Juni.
Gubernur juga menetapkan protokol penting di tempat kerja sebagai berikut: proporsi karyawan yang bekerja adalah separuh dari kapasitas normal. Sisanya bekerja dari rumah (WFH); dari yang bekerja, dibagi dua shift agar jam masuk, jam istirahat dan jam pulang tidak bersama-sama; perkantoran bisa mulai 8 Juni dengan kapasitas 50% dengan memperhatikan physical distancing.
Gubernur pun menjanjikan memantau setiap perkembangan dengan sungguh-sungguh. Jika tren penularannya terus menurun, maka bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya. Jika ada indikasi sebaliknya, maka langkah antisipatif yang harus dilakukan. Ketiga, pemerintah perlu meningkatkan kemampuan melakukan 3 T (Test - Tracing - Treatment), clustering dan isolasi atau karantina.Â
Hal ini penting, sebab dengan dihentikannya PSBB akan menghadirkan potensi lonjakan pasien baru yang signifikan. Terbatasnya kapasitas akan menimbulkan penumpukan ODP/PDP yang belum terawasi dan berpotensi mengakibatkan penyebaran semakin parah.
Peningkatan kemampuan tes ini juga dibutuhkan untuk memastikan warga yang beraktivitas di luar rumah pasca PSBB telah dites dan dibuktikan bebas dari Covid-19. Pemerintah dapat melakukan tes massal kepada penduduk atau pemerintah mewajibkan penduduk yang beraktivitas di luar untuk melakukan tes.
Ini saatnya menagih janji Presiden Jokowi yang pada rapat terbatas 13 April 2020 menargetkan melakukan10 ribu tes Covid-19 setiap hari. Hingga kini target tersebut belum tercapai. Rasio test Covid-19 di Indonesia sangat rendah, yaitu 0,4 orang per 1.000 penduduk. Sementara negara tetangga seperti Malaysia memiliki rasio 7 orang per 1.000 penduduk dan Vietnam tercatat 2,7 orang per 1.000 penduduk.
Padahal angka rasio test ini menjadi salah satu indikator dalam kurva epidemi terkait dengan kasus baru. Para ahli juga mengatakan jumlah orang yang diperiksa akan menentukan seberapa besar derajat kepercayaan terhadap kurva epidemi tersebut.
Saatnya melakukan test Covid-19 secara masif dan benar di tempat-tempat publik dan fasilitas layanan kesehatan. Buat masyarakat mudah mengakses.
Jangan sampai orang datang untuk melakukan test, tapi alat dan bahannya tidak ada. Padahal masyarakat membutuhkan itu sebagai saalah satu syarat melakukan perjalanan dan  mendapatkan Surat Ijin Keluar Masuk kota tertentu.