Kedua, kapasitas fasilitas kesehatan belum memadai untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak, dan mengkarantina.
Berdasarkan data Kemenkes, terdapat 2.867 RS yang tersebar di seluruh Indonesia dengan jumlah  tempat tidur ICU hanya mencapai 7.987 unit.
Jumlah tempat tidur ICU ini sangat kurang jika merujuk pada pemeriksaan data oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bahwa dari 56.000 pasien menunjukkan: 6 persen menjadi sakit kritis, gagal paru, gagal organ dan memiliki risiko kematian, 14 persen mengalami gejala parah, kesulitan bernapas dan sesak napas, serta 80 persen mengalami gejala ringan, demam, batuk, dan beberapa mungkin menderita pneumonia.
Artinya ada 20 persen yang membutuhkan penanganan kesehatan secara khusus sehingga kapasitas ICU rumah sakit di Indonesia akan mencapai maksimal pada pasien kritis dan gejala parah sejumlah 39.935 kasus.
Pemerintah melalui penyataan Menkes tampak percaya diri melawan Covid-19 dengan jumlah dokter spesialis sebanyak 40.320 orang serta tenaga kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan nakes lainnya) sejumlah 2.005.972 orang yang tersebar di RS, puskesmas, dan fasilitas pelayanan kesehatan seluruh Indonesia.
Kemampuan pemeriksaan spesimen menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) di 91 laboratorium, Test Cepat Melokuler (TCM) di 54 laboratorium dan Laboratorium jejaring (RT-PCR dan TCM) di 174 laboratorium dianggap memadai untuk menyelesaikan Covid-19.
Namun kapasitas rumah sakit, kemampuan tenaga medis dan laboratorium tetap ada batasnya. Saat pandemi memuncak dan jumlah pasien meningkat tajam, tentu ini akan jadi persoalan.
Apalagi kita tahu bahwa semakin banyak tenaga kesehatan yang terpapar dan meninggal akibat Covid-19, tentu saja ini memberikan dampak psikologis yang berat untuk tenaga kesehatan bertahan dalam tugas profesionalnya.
Pemerintah pun belum memiliki kemampuan melacak persebaran virus secara akurat. Ada banyak kasus Orang Tanpa Gejala (OTG) yang tidak terdeteksi yang bebas berkeliaran dan menjadi mata rantai penularan. Hasil penelitian di China, Spanyol, Korea Selatan dan Amerika Serikat yang lebih maju dalam melakukan pelacakan kasus menunjukan bahwa kemampuan pelacakan hanya sekitar enam persen (6 %) dari total kasus.
Ketiga, langkah-langkah pencegahan di tempat publik (sekolah, perkantoran, pasar dan pusat pembelanjaan) belum sepenuhnya siap dengan protokol pencegahan Covid-19.
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia mengingatkan bahwa keputusan Menteri Kesehatan tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di tempat kerja sangat keliru diterapkan di wilayah yang masih tinggi angka infeksinya.