"Astaghfirullahaladzim ...."
Semalaman aku tak bisa tidur pulas, memikirakan wanita itu. Wajahnya masih terngiang dalam benakku, kulihat ke dua temanku tengah menyipkan diri. Pikiranku susah untuk fokus pada sepotong roti yang ada di tanganku.
"Pagi-pagi anak perawan dilarang melamun," sindir Aisyah yang tengah memakai sepatu.
"Please cepat dikit, Nisa ...."
Aku pun segera bangkit, mereka berdua menungguku ditangga. Namun, kakiku terhenti seperti melihat seseorang di dalam kontrakan sebelah. Siapa yang menerobos masuk pembatas dari polisi, seorang wanita tengah duduk memeluk kedua kakinya dan menenggelamkan wajahnya. Ketika kakiku ingin beranjat untuk melihat, Susan memanggilku dan kuurungkan langkahku untuk mendekati wanita itu. Tapi aku mencoba menoleh kebelakang dan wanita itu tidak ada. Aku pun segera mempercepat langkahku.
"Lama banget, ngapain tadi?" tanya Aisyah mencubit lembut lenganku.
"Tali sepatuku terbuka," kilahku.
Di jalan kita bertemu Ahmad, seperti yang dikatakan oleh Aisyah bahwa adiknya akan datang mengambil pakaiannya di kontrakan. Dia tersenyum ramah, dan dia berjalan menuju kontrakan tempat kita bertiga tinggal. Mataku mengikuti langkah lelaki muda itu, dan dia hilang masuk dalam gang menuju tempat kita.
"Serius amat ngeliatin Ahmad sampai langkah terakhir," goda Susan.
"Ngaco kamu, San ...."
Mereka berdua tertawa geli, dan mengambil kartu nama masing-masing. Sedangkan aku kebingungan mencari kartu nama, dan ternyata aku lupa mengambilnya di atas meja.