Selang beberapa minggu, ternyata benar kontrakan ini tidak seperti yang aku pikirkan. Aku sangat bersyukur karena beberapa minggu ini, tak merasakan mimpi buruk seperti sebelumnya.
"Bagaimana sekarang?" tanya Aisyah yang tengah memberesi pakaiannya.
"Alhamdulillah. Kalian benar, mungkin itu cuma perasaanku saja ...."
"Alhamdulillah," Aisyah pun bangkit, "oya, besok adikku datang ke sini ambil baju-baju ini. Besok kalian nggak ada di rumah kan?"
Aku pun ngiyakan jika besok tak ada siapa pun di kontrakan, karena Susan dan diriku kerja begitu dengan Aisyah. Mungkin dia hanya menyelipkan kunci di atas jendela kaca.
Ahhhhhhh!!!!
Teriakan histeris dari kontrakan sebelah membuat aku dan ke dua temanku bangkit dari duduknya, mereka masih menggunakan mukena begitupun denganku.
Kulihat semua orang mengerumuni, aku tak bisa melihat ada apa di dalam. Namun di sebelahku seorang wanita berkata, ada orang meninggal di kamar mandi dengan kepala pecah. Aku terperanjat bukan main, kudengar suara ambulan dan segerombolan polisi menghampiri.
Aku penasaran dengan mayat wanita tadi, karena begitu banyak orang. Aku berlari menuju gerbang rumah kontrakan Almarhum Ibu Siti, meski masih menggunakan mukena aku tak peduli. Tanganku bergetar ketika melihat mayat itu diangkat oleh petugas, Aisyah dan Susan memanggilku. Tapi aku tak peduli, semua orang pun beringsut ke dinding memberi jalan mayat gadis itu.
Gigiku bergemeletak, ketika melihat tangan mayat itu. Di sana ada tanda, iya. Aku pernah melihat tanda itu, tapi aku lupa di mana. Kakiku dengan cepat menaiki tangga. Semua tubuhku bergetar, aku ingat siapa dia.
"Iya. Aku ingat siapa dia!" seruhku membuat ke dua sahabatku terkejut.