"Kau pikir dengan pernikahanmu itu, semua akan khobul? Bisakah kau berpikir
waras sebelum melakukanya?"
"Lalu kau pikir ini semua serius? Aku tahu ijabku tidak akan khobul," serunya
memelankan suaranya, "aku hanya ingin bersenang-senang, hidup ini hanya sekali Rah,
jadi buat happy sajalah ...."
Ia pergi meninggalkanku setelah mengatakan kata-kata yang seharusnya tidak dia
katakana, "Justru itu, hidup Cuma sekali. Maka buatlah yang baik-baik, apakah kau lupa
dengan janjimu dengan bapakmu?" sahutku.
Langkahnya terhenti dan menengokku sekejap, lalu ia pergi bersama pangannya.
Semua orang menatapku heran, dan Tina mendekati mengajakku untuk pergi dari
tempat itu. Orang-orang masih memandangku sinis, aku tak mengerti. Apa yang mereka
pikirkan, mungkin aku terlalu ikut campur dengan kebebasanya, sebab aku punya
tanggung jawab yang diamanahkan oleh orang tua Rangga, iaitu Rina.
*****
Selang beberapa Minggu, kulihat foto pernikahannya berserak di dinding facebook
timeline. Aku hanya merutuki tingkahnya yang konyol, dia benar-benar sudah lupa
dengan semua janjinya sendiri.
Minggu ini aku menghadiri sebuah worksop kewirausahaan yang di adakan di
Galery BNI, belum saja sampai di Admiralty poselku bergetar. Tertera di layar posel
telepon dari Tina, ya Cuma dia yang selalu menganggu hari-hariku. Tapi dia adalah
teman terbaikku di sini.
"Rah, gawat!" sahut dalam seberang sana.
"Apaan sih Tin, kamu ini suka sekali buat orang terperanjat ...."
Tina menceritakan dari awal sampai akhir tentang Rina yang telepon padanya
menangis, dia telah ditipu oleh pasangannya. Dia disuruh untuk pinjam di bank dan
sekarang pasangannya meninggalkan kabur begitu saja dengan hutang menumpuk di
sana-sini atas nama Rina. Kini ia terlilit hutang bank dan teman-temannya, aku sendiri
bingung untuk berkata apa. Sebab semua sudah terjadi dan dia tak pernah mendengar
apa kataku.
"Lalu bagaimana sekarang?"
"Dia dipecat sama bosnya, karena ketahuan hutang di bank. Sekarang dia ada di
ejen ...."